Thursday, June 25, 2009

Macet di Tuban

Sebenarnya uneg-uneg ini ingin kusampaikan kepada pihak terkait, tapi entah melalui apa atau ditujukan ke siapa, aparat seperti menutup pintu untuk kritik dan saran dari masyarakat langsung.

Kemacetan tentu saja semakin menjadi di Bali. Perkembangan jalan tak bisa mengimbangi pertambahan jumlah kendaraan yang beredar di Bali. Pemerintah seperti demam panggung menghadapi perkembangan masyarakat termasuk lalu lintasnya, dimana seharusnya pemerintah punya planning jauh ke depan namun justru tampak kecele, kewalahan menghadapi perkembangan jaman.

Saat ini kemacetan tak bisa dielakkan lagi khususnya pada jam-jam masuk dan pulang kantor yakni sekitar jam 7-8 pagi dan 16.00-20.00 sore hingga malam. Di daerah Jl Raya Kuta yang merupakan jalan protokol adalah salah satu kemacetan terparah. Jika dianalisa dan diamati lebih jauh ternyata penyebabnya ada 2: dari Joger dan dari jalan pintas.

Karena saat ini adalah musim libur maka yang berkunjung ke Bali sangat banyak, tentunya mereka pasti mampir ke Joger, pusat kaos dengan kata-kata lucu di Kuta. Kapasitas parkir Joger sendiri tidak memadai, sehingga mobil parkir di kanan-kiri jalan di sekitar Joger. Mobil keluar masuk parkir membuat lalu lintas yang lewat menjadi terhambat bahkan sering macet. Saya yakin pihak Joger pasti sudah memikirkan bagaimana menanggulangi kemacetan ini, namun hingga sekarang suasananya masih sama, tetap macet, belum ada langkah nyata dari Joger. Untuk mengatasi kemacetan ini, mau tidak mau, tentu saja Joger harus menambah kapasitas parkir untuk costumer-nya. Jika tidak memungkinkan Joger bisa menyewa tanah kosong di dekat toko special untuk parkir tamu Joger, atau jika tanah kosongnya jauh, Joger bisa membuat vallet parkir. Tamu yang membawa mobil cukup menyerahkan mobil ke petugas parkir, lalu ketika selesai belanja dan hendak mengambil mobil, tamu Joger "dipaksa" jalan kaki ke parkir untuk "menghidupkan" toko-toko seni di sekitar Joger. Ada ide lain? Ada, namun cukup mengganggu idealisme Joger yang tak mau buka cabang di tempat lain. Joger harus memecah pelanggannya ke cabang lain. Masih banyak tempat strategis yang kosong. Misalnya di Sunset Road, di seputar jalan Dewi Sri Kuta. Saya kira dengan dibukanya cabang Joger tak akan mengurangi eksklufitas Joger sebagai merk tenar. Justru merk Joger sudah sangat kuat dan tak mungkin luntur hanya karena buka cabang di tempat lain.

Kemacetan yang lain masih di seputar Jl Raya Kuta yakni di depan Bank Mandiri, di samping Kimia Farma. Kemacetan terjadi karena mobil hendak menyeberang jalan dari dan menuju jalan pintas ke by pass Ngurah Ray. Jalan kecil itu cukup menguntungkan pemakai jalan dan mempersingkat karena tak usah memutar jauh ke ujung jalan raya Kuta jika hendak ke by pass Ngurah Ray. Idenya mungkin sederhana saja, pada jam-jam macet, jalan itu ditutup sehingga kemacetan paling tidak bisa dikurangi 50%. Trus ditambah dengan petugas polisi yang stand by mengatur lalu lintas disana, dijamin kemacetan berkurang 70%.

Oya, kemacetan yang lain ada lagi. Yaitu di by pass Ngurah Ray. Ada dua juga penyebab utamanya yakni dengan adanya sale di beberapa toko pakaian surfing sehingga mobil-mobil parkir dan keluar masuk area toko. Kemacetan lainnya disebabkan oleh sering atau banyaknya mobil yang memutar melalui boulevard jalan. Sehingga ketika mobil memutar pasti ada jeda karena menunggu arus dari depan, macetlah jadinya. Solusinya mungkin dengan menutup beberapa tempat berputar kendaraan pada jam-jam macet dan hanya membuka beberapa saja, mungkin 1 saja cukup.

Ah semoga ocehan saya ini sedikit membantu atau paling tidak bisa memberi inspirasi buat para pihak yang lebih berwenang daripada saya yang hanya rakyat jelita.

Susahnya Cari Rumah

Huh, seharian aku berkelana berkeliling Denpasar mencari-cari rumah untuk melengkapi HOP ku. Capek dan letih, haus, kerongkongan kering, dahak bercampur debu menempel di kerongkongan, keringan memenuhi kepala, helm jadi basa, dehidrasi bercampur dengan kulit yang tambah coklat, kepala pusing tujuh keliling karena rumah idaman belum jua ketemu. Sebelumnya aku sudah cari-cari di iklan Bali Post lalu kusambangi beberapa diantaranya dan beberapa diantaranya ada yang memenuhi syarat dari segi lokasi ada juga yang begitu ku memasuki area kompleks nampak seram, kuurungkan saja berlanjut ke dalamnya.

Ternyata daerah yang paling memenuhi kriteria pribadiku adalah seputar Buana Raya, Padang Sambian. Dulu pernah ketemu dengan perumahan dengan kurang lebih 14 kapling, tapi waktu itu kenapa aku tak berminat. Komplek itu terlihat kusam dan mungkin karena sedang berlangsung kerja proyek sehingga tampak kurang rapi sana-sini. Tadi aku lewat tadi disana, kulihat semuanya rapi dan tampak elok. Oh rasanya menyesal meninggalkan dulu yang telah datang di depan mata. Tapi tak apa, yang namanya jodoh tak bisa dipaksakan. Dari segi demografi juga kurang suka dengan tanah itu, karena cenderung miring ke arah barat, lebih rendah dari jalan utama (Jl Buana Raya) sehingga jika terjadi banjir ya kurang lebih arahnya ke perumahan itu.

Aku juga sudah menyusuri daerah Buluh Indah, daerah Monang-Maning, lalu daerah di belakang dan di depan Poltabes Denpasar. Ada satu tempat yang cukup asyik dari segi lokasi dan posisi rumah, tanahnya datar yaitu di daerah Monang-Maning. Rumahnya terdiri dari 3 kamar dan tadi sempat ngobrol ngalor-ngidul dgn tukang yang ibu-ibu. Orangnya dari Abyan Tuwung darinya ku dapat informasi jikalau ternyata larangan membangun rumah saat punya istri hamil itu salah, yang benar adalah saat istri hamil dilarang makuh. Ya 'kepercayaan' itu adalah kepercayaan lokal yang bisa dipercaya ataupun tidak. Namun dari segi logika sepertinya larangan dibuat oleh para leluhur agar si Bapak sebagai kepala keluarga lebih fokus dan hanya terfokus pada kehamilan sang istri. Agar perhatian sang calon ayah lebih banyak ke istri, sehingga anak dan istri bisa melahirkan dengan selamat. Demikian kurang lebih menurut saya pribadi.

Sebenarnya saya masih bingung apa mau cari tanah apa sekalian rumah aja? Entahlah, saya masih perlu berfikir masak-masak agar tak salah langkah.

Tuesday, June 23, 2009

Saya Suka Facebook

Sejak awal tahun 2009 ini saya ikut Facebook dan kian hari kian ketagihan saja dibuatnya. Tak pagi tak sore, bahkan baru bangun tidur di pagi yang dingin, ku sempatkan buka facebook di blackberry-ku yang murah. Facebook sudah melanda kehidupan tak hanya anak muda, orang tua bahkan anak-anak di bawah umur juga keranjingan benda maya yang satu ini.

Lalu suatu hari ku mendengar berita tak enak di temanku sendiri, cewek. Konon, suatu hari ia mendapati status-statusnya berubah dengan sendirinya dengan kata-kata yang tentunya di luar norma-norma dalam pikiran otaknya. Mulai dari status hingga wall tertulis kata-kata jorok. Teman-temannya hanya menggoda, "Wih ada kemajuan nih" tanpa tahu sebenarnya yang terjadi. Sepertinya passwordnya bocor atau kemungkinan dia lupa log off di komputer ia biasa log in. Lalu seorang tak bertanggung jawab menggunakan account-nya dengan bebas dan tanpa peduli apa yang bakal terjadi jika ia melakukan apa yang sudah yang ia telah lakukan itu.

Untuk itu, sebaiknya kita hati-hati dengan password dan jangan main-main. Sebaiknya gunakan password serumit mungkin tapi mudah kita ingat dan jangan lupa setiap selesai menggunakan Facebook atau layanan apa pun kita musti log off dan pastikan sudah terlog-off dengan sempurna.

Facebook juga suatu hari kemaren sempat menjadi perbincangan negatif bagi sebagian kelompok masyarakat di negeri tercinta ini dan akhirnya sepakat mengharamkan situs yang tidak tahu apa-apa ini. Entahlah wacana Facebook haram ini apakah berlanjut menjadi fatwa atau hanya sebatas usulan. Saya kebetulan tak mengikuti beritanya karena tak tertarik.

Disamping negatif, Facebook juga banyak sisi positifnya, contohnya beberapa teman mengaku ketemu teman2 lamanya yang tak ketemu belasan tahun di Facebook. Lalu beberapa usaha sukses promosi via Facebook. Kegiatan-kegiatan dalam suatu komunitas tertentu bisa dikomunikasikan via Facebook dan bisa juga menggalang kegiatan-kegiatan amal yang berguna tentunya.

Baru-baru ini terjadi lagi hubungan memanas antara Indonesia dan Malaysia dengan perseteruan block Ambalat. Di Facebook juga dibahas perdebatan itu, salah satunya group "Ganyang Malaysia!!!" dengan anggota terbanyak. Avatarnya bendera Malaysia diisi gambar babi diatasnya. Lalu di dalam dialog juga dihujat dan menghujat. Bahkan Malaysia diplesetkan sebagai Malingsial hahaha... Ada-ada saja orang-orang ini.

Tapi positif dan negatif itu tergantung dari kita aja kok. Facebook ibarat pisau, jika kita menggunakan pisau untuk mengupas mangga maka pisau menjadi barang positif. Namun jika pisau digunakan menusuk orang yang tak bersalah maka negatiflah pisau itu, bukan?

Berbuat baiklah kawan.

Monday, June 22, 2009

Sudah Lama

Lama sekali aku tak menulis di blog yang kumal dan dekil ini. Entah kenapa, keinginan untuk menulisku luntur ditimbun kesedihan setelah Bapakku meninggal, ditiup oleh kesibukan selama mempersiapkan pernikahanku dulu. Namun kini, aku ingin semangat lagi, aku ingin membunuh mimpi buruk yang sudah bercokol dalam benakku. Aku ingin menggilas habis rasa malas yang sempat mengoyak sisi lemah hatiku.

Sudah hampir 2 bulan jua aku menikahi pujaan hatiku. Rasanya masih seperti pacaran saja. Kegiatan sehari-hari di masa off ya anter istri kerja, lalu sore/malamnya jemput istri pulang kerja. Kalau ada lowong, saya pergi ke warnet buat online dengan layar yang lebih lebar. Kalau pakai BB, terlalu sempit dan mata jadi cepat perih.

Semoga di hari yang indah ini saya menjadi lebih bersemangat menjalani hari-hari selanjutnya untuk kehidupan kami yang lebih baik. Saya harap dengan kepergian Bapak yang tiba-tiba tidak membuat semangat hidup kami luntur, justru dengan kepergiannya kami dipacu dan dicambuk agar menjadi pribadi-pribadi yang lebih ulet dan tahan banting. Karena ujian ini akan membawa kami pada kelas yang lebih tinggi jika kami berhasil melewatinya. Dan kami pun yakin, Tuhan tak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan umatnya, ya kan? Dan kami pun yakin kami pasti mampu melewati cobaan dan ujian kenaikan kelas ini. Semoga...

Air Mata Bahagia vs Air Mata Duka

Belum kering air mata bahagia sudah menetes air mata duka. Demikian mungkin kalimat yang tepat menggambarkan betapa kerasnya cobaan yang menimpa keluarga saya. Tanggal 6 Mei 2009 saya melangsungkan pernikahan dengan pilihan hati lalu 6 hari setelah hari H, tepatnya tanggal 12 Mei 2009 Bapak, orang tua saya satu-satunya, pergi meninggalkan kami tanpa pesan, tanpa firasat apapun. Kemudian tanggal 18 Mei kami sepakat melaksanakan upacara Ngaben hingga Lanus, diakhiri dengan 24 Mei mepenangkilan di 3 kahyangan dan pura ciwa.

Entah apa, saya belum bisa mengambil makna dibalik peristiwa ini. Saya hanya masih bisa bersedih dan hingga sebulan lebih ini saya pribadi masih merasa kehilangan. Tapi syukurlah dengan adanya istri baru dan calon buah hati dan ditemani dengan adik tercinta, hati ini sedikit terhibur. Saya juga menghibur mereka dengan membelikan HP keluaran terbaru dan canggih. Semoga mainan baru itu bisa mengalihkan mereka dari kesedihan, ya paling tidak mengurangi.

Pagi itu, hari selasa tanggal 12 Mei 2009 saya akan berangkat seperti biasa ke Balikpapan menunaikan tugas mulai itu. Seperti biasa pula Bapak menyiapkan semuanya untuk keberangkatan saya pagi itu. Pagi itu pula istriku pertama kali bekerja, begitu juga aku akan bekerja esok harinya setelah cuti menikah ditambah cuti tahunan dan off duty. Kadek juga masuk pagi hari itu. Setelah Bapak selesai mepekeling, kami bertiga, saya, bapak dan istriku memanjatkan gayatri mantram 3x. Gayatri mantram itu pula gayatri mantram pertama dan terakhir kami panjatkan bersama-sama bertiga. Lalu pagi itu pula kami, aku dan istriku, berangkat ke Tuban mengantarkan aku akan ke Balikpapan. Tak seperti biasanya, pagi itu Bapak melepaskan kami dengan sedikit kata. Ia hanya mengucap, "Ya sana dah berangkat, hati-hati di jalan", ucapnya tanpa tanda. Kami hanya berlalu menembus kabut dingin pagi itu.

Setiba di Balikpapan, sekitar jam 15.00 aku menyempatkan menelfon bapak dan ia bilang ia baru saja bangun tidur. Lalu setengah jam kemudian ia masih mengirimkan pesan singkat ke HP ku "Ya syukurlah kamu tiba dengan selamat", demikian katanya di sms. Tak ada firasat sama sekali. Aku berlalu saja ke pilot jety untuk menunggu boat ke Attaka jam 17.00 nanti. Tapi tanpa diduga, tak kusangka, Bapak telah pergi meninggalkan kami sekitar jam 16.30. Karena panik entah harus bicara apa, orang rumah baru memberi tahu sekitar jam 21.30 ketika aku tiba di Attaka. Bosku langsung menyuruh aku pulang.

Tak kusangka semuanya begitu cepat berlalu. Tak kusangka kebahagiaan itu hanya bertahan 6 hari. Tak bisa kupertahankan kebahagiaan bapak dan kubahagiakan dia dengan memberinya cucu. Semuanya tak ada yang menyangka. Tak ada firasat, tak ada tanda-tanda.

Bapak, berangkatlah kau ke alam sana. Sampaikan salamku pada Ibu. Tengoklah kami jikalau karu rindu karena aku pasti selalu merindukanmu. Karena jika ada jin yang memberikan aku 3 pilihan sakti, aku memilih untuk menghidupkan Bapak, Ibu dan membuat mereka bahagia.

Tuban 23 June 09

Thursday, June 18, 2009

Luntang-lantung di Tuban

Ini adalah malam ke-3 saya tidur bersama istri di Tuban, Kuta. Siang tadi sehabis mengantar istri ngantor, lalu aku pergi dealer Honda HeroNusa, lalu cuci motor dan akhirnya sekarang ngenet di samping tempat cuci motor itu.

Tempat cuci motor tadi cukup sempit, tapi pekerjanya yang ada 3 orang tak henti-hentinya bekerja. Seorang yg nampak berpakaian lebih rapi, putih dan bersih bertugas memasukkan dan memindahkan motor2 yang datang, terakhir ia yang menerima ongkos cuci dari setiap pelanggannya. Dari logatnya terlihat ia adalah orang Jawa, tepatnya Jawa Timuran. Sepanjang jalan Kediri Tuban ini tampaknya dipenuhi orang-orang Jawa. Mulai dari dagang nasi kuning, penjual bakso, penjual pulsa, hingga tukang pijat. Bahkan tadi pagi ibu kos merekomendasikan beberapa tukang pijat yg semuanya orang jawa, salah satunya jadi juga tadi pagi pijat seluruh badan tapi kok sebentar aja, cuman setengah jam. Begitu ditanya ongkosnya berapa, tanpa beban ia berkata, "Biasa mas, 50 ribu aja". Jahhhh... cuman 1/2 jam, gampang sekali kau cari duit. Udah gitu pijitannya grasa-grusu lagi. Belum puas pokoknya. Tapi itung2 beramal.

Begitu juga ketika dulu saya jalan hendak ke Trans TV di Bukin Jimbaran. Ketika saya tersesat dan bertanya kepada kurang lebih 3 orang di pinggir jalan, semuanya yg saya tanya adalah orang Jawa. Sebegitu banyakkah orang Jawa yg sudah menguasai aset-aset lokal Bali. Mereka rata-rata bekerja sebagai pekerja dasar, yang rata2 kerjaan yg tak mau dikerjakan orang Bali. Mulai dari memanen padi, jadi tukang cat mobil, dan kerjaan yg boleh dibilang (maaf) kasar lainnya. Namun mereka rata-rata ramah. Entah apa karena mereka ada pendatang ataukah sifatnya yang memang ramah, perlu kita kaji lebih jauh.

Ketika masuk ke Warnet ini, yg jaga adalah orang Bali yg tak punya sense of public relation, menurut saya. saya masuk dgn senyam-senyum sambil nanya "ada kosong mas?" tapi dilihat pun tidak, hanya bilang nyalain aja komputer yg dipojok, dgn muka seperti anak kelas 4 sd yg baru dimarahin ibunya. Saya tahu orang bali karena kelihatan dari T-nya. Tapi saya ndak peduli wong saya cm mau nyewa komputernya.

Ah buat apa susah... Jemput istri dulu ah...