Saturday, May 28, 2011

Pak Samad The Tubing Bender

Jika pekerjaan dilakukan dengan gembira dan ikhlas, maka apapun hasil yang didapat akan menimbulkan kebahagiaan. Barangkali demikianlah semboyan kerja Pak Haji Samad, menjalani hari demi hari bekerja di operasi lepas pantai Selat Makassar. Tepatnya di Attaka Field, North Area Offshore, Kalimantan Timur. Sehingga setiap apapun yang ia kerjakan selalu membuat dia ceria dan tanpa merasa tertekan.

Di hari-hari terakhir bekerja yang tersisa beberapa bulan lagi, sebelum ia akan menjalani masa purnakarya, ia tetap bekerja dengan penuh semangat dan berdedikasi tinggi. Dari platform ke platform di Attaka Field ia bertugas sebagai craftsman instrumentasi. Ia dikenal sebagai seorang tukang bengkok tubing handal. Sudah ratusan bahkan ribuan tubing ia install dari berbagai ukuran. Ia bekerja dengan seni, sehingga setiap bengkokan yang ia ciptakan terlihat rapi tanpa mengurangi fungsi.

Abdul Samad lahir di Balikpapan pada tahun 1956. Masa mudanya ia habiskan di Balikpapan. Hingga suatu hari di tahun 1976 ia ditawari bekerja di sebuah perusahaan di bagian maintenance, masa itu namanya Union Oil. Ketika itu ia masih bujangan dan karena jadwal kerja yang khusus, ia akhirnya tinggal di Desa Marangkayu. Di masa-masa awal ia bekerja sebagai pegawai kontrak di bagian instrumentasi. Namun seiring berjalannya waktu ia diikutsertakan dalam seleksi untuk menjadi karyawan tetap. Dari 1500 orang peserta, ia termasuk dari segelintir yang lulus. Pada tahun 1982 ia resmi menjadi pegawai Union Oil 76 di posisi maintenance bagian instrumentasi.

Pak Samad menikah dengan Hj Ainun HS pada tahun 1979 dan dikaruniai 4 orang anak. Tiga anak pertama kini sudah lulus kuliah dan yang terakhir sedang memasuki bangku kuliah. Hingga kini Pak Samad tinggal di Samarinda yang menjadi kota tercintanya, karena disinilah Samad muda bertemu dengan seorang gadis yang kini menjadi ibu dari keempat orang anaknya. Karena bekerja dengan schedule 2 minggu kerja - 2 minggu off, ia mempunyai banyak waktu ketika off duty. Tak ayal karena jiwanya memang suka kebersihan, setiap sudut rumahnya tertata rapi dan bersih. Halaman rumahnya lengkap ditumbuhi berbagai macam tanaman mulai dari tanaman buah hingga tanaman obat. Karena kreatifitasnya pantas saja di tahun 2005 rumahnya mendapat predikat rumah terbersih se-Loa Bakung.

Bekerja di lokasi lepas selama lebih dari 35 tahun tentu saja banyak pengalaman menarik yang dialami Pak Samad. "Hal yang paling membuat saya bahagia ketika bekerja adalah ketika hari off tiba, karena akan segera bertemu keluarga," katanya. "Hal yang membuat duka ya ketika saya harus meninggalkan anak istri selama 2 minggu," imbuhnya. Namun itu tak membuat ia kehabisan akal, ia mempunyai segudang cara untuk mengilangkan kebosanannya. Salah satunya adalah mancing. Jika ia bosan, biasanya ia mancing selepas jam kerja. Kadang-kadang jika ikannya dapat banyak, ia suka membagikan ke teman-teman yang lain. Pak Samad juga merupakan salah seorang yang jago mancing. Ia mempunyai jargon mancing yang begitu terkenalnya di Attaka. "Tuk tuk kirawas, kalau matuk jangan lawas", ucapnya tatkala ia mancing.

Berbicara soal loyalitas, Pak Samad layak mendapat penghargaan di bidang ini. Sejak ia di-hire tahun 1982, ia bekerja dengan loyalitas tinggi dan tanpa pernah mengeluh. Ia selalu mentaati setiap peraturan perusahaan. Ia tak pernah terlibat hal-hal yang melanggar aturan dan norma, terbukti hingga kini ia tak pernah mendapat surat peringatan. Dari awal hingga akhir dia masih setia di Attaka. Attaka ibarat rumahnya yang kedua, setengah hidupnya ia habiskan di giant field ini. Di sela-sela bekerja kadang ia memberikan petuah kepada kami generasi muda penerusnya. "Jika hatimu bersih, jiwamu juga bersih dan itu tercermin dari perbuatanmu", ujar bapak yang baru saja naik haji ini.

May Day May Day

Pulang di tanggal 11 di bulan May ini membuat aku letih lesu lemah lelah. Karena hampir setiap hari keluar rumah untuk persiapan mlaspas rumah di Angga Buana.

Ditambah lagi pembatalan di luar planning oleh tukang Pak Ketut. Janjinya ia bisa bekerja di hari Jumat dan ketika ku kontak ia gagal memenuhi janjinya karena di kampungnya ada karya agung di pura. Bahan yg sudah terlanjur kubeli akhirnya menyisakan stress. Namun istriku menyarankan mempekerjakan Aji Barga untuk menggarapnya. Lalu dengan tenaga 2 orang Aji Barga dan Aji Dauh Margi, pekerjaan akhirnya kelar setelah 5 hari. Itupun masih menyisakan tiang yg belum komplit.

Di sela-sela renovasi, tgl 18 aku menyempatkan diri MCU tahunan di Wings International, Sanglah. MCU berjalan agak tersendat karena harus nunggu dokter dari setiap klinik. Namun kebosanan menunggu terbayar dengan hasil yg bagus semua. Hanya saja perlu meningkatkan olah raga untuk menurunkan nilai LDL.

Suatu malam yang sunyi saat Kadek masuk malam, entah dirasuki apa aku mengkritik habis-habisan istriku sehingga ia marah total, mungkin juga sedih dan merasa tidak dihargai. Malam itu juga ia nangis sejadinya sambil hendak "ngambul". Aku menenangkan sekenanya. Akhirnya aku menangis penuh penyesalan.

Sehari setelah MCU aku harus ngayah karena ada yg meninggal. Di hari yg sama, ketika kami ke jero, mendapat berita bahwa nini Wah Adit yg di Bajera meninggal juga dan dikubur hari itu.

Persiapan melaspas kali ini hampir selesai dan sebagian barang sudah dibawa kesana. Sudah juga membeli dipan+kasur untuk perlengkapan upacara. Sempat pula membawa Paktut, Meadek, Mekman dan Wanda kesana untuk sekedar melihat situasi. Semoga nanti tanggal 10 June berjalan lancar dan selamat. Di sela melihat-lihat rumah, Mekman mengutarakan niatnya untuk memakai toko di Pandak. Tapi aku belum bisa memberi keputusan karena harus melibatkan banyak pihak. Ada saja hal yang membuat harus berfikir. Namun aku tak takut, aku sedang belajar NLP, semoga bisa menjadi tool yang ampuh.
Kesibukan memang membuat kepala pening dan juga badan pegal-pegal. Tanggal 22 kami kumpul-kumpul alias reuni kecil-kecilan di Bedugul ditambah memotret pemandangan. Aku, Jales, Kacong, Jajang, Doddy dan Marbin berkendara menuju Bedugul menembus kabut tebal dari jam 5 subuh start from Jajang Home. Cuaca berkabut ditambah hujan membuat hunting pagi itu sedikit gagal, namun terbayar dengan cuaca cerah ketika tiba di Tamblingan. Sebelum pulang ke Tabanan, kami beli oleh-oleh di Pasar Bedugul.

Malam itu sebenarnya aku mendapat tugas "ngemit" di Pura Puseh. Namun karena badan pegal dan rasanya capek benar, aku putuskan absen saja.

Malam hari, sehari sebelum aku berangkat, Kirana nangis sambil garuk anus. Entah apa yg menyebabkan. Kutanya Doddy, bisa jadi karena iritasi atau bisa juga cacing kremi.

Dan hari ini aku berangkat menuju Santan dengan bus seperti biasa. Setelah kemaren diantarkan Garuda dan Lion dengan perjalanan paling tenang sedunia. Tiba di Balikpapan jam setengah 6 dan langsung menuju Surattown yg sudah tak dijaga Pak Surat lagi.