Saturday, June 24, 2017

Big Garden, Museum 3D dan UGD

Off 14-23 Juni 2017

"Nothing is Permanent in this World, not even our Troubles."

Off ini pulang via Ujungpandang dengan Lion dan Garuda, karena kami ditinggal Lion dari UPG ke DPS. Pulang ke Pandak nyoba naik Go Car dengan biaya 88k. Off kali ini sangat singkat, 10 hari saja. Padahal anak-anak sedang libur sekolah. Rencana awal liburan ke Jogja atau menginap di Lovina, gagal total.

Hari Kamis nelok ke Kak Dona, Jumat ngeringkes dan Sabtu adalah upacara ngaben. Hari Minggu baru sempat jalan-jalan. Diawali dengan mengantarkan anak-anak ke acara Pizza Maker Junior di Pizza Hut Sunset Point. Lanjut siangnya ke Galeria dan pulangnya sekalian ke jero nganter Gek Uni dan Didee. Kamis 15 Juni adalah hari terakhir 30DWC. Berhasil menyelesaikan tanpa bolong sedikitpun. 

Senin jalan ke Big Garden Corner dan IAM Bali museum 3D di lantai bawah Monumen Bajra Sandhi Renon. Jaman sekarang tempat yang ramai adalah tempat selfie. Bahkan meskipun masuknya bayarpun bakal laku. Contohnya kedua tempat di atas. 

Selasa ibu ngayah di Puseh persiapan penutupan tutug 42 hari karya pada hari Rabunya. Sembahyang bersama semua umat sedharma di Pura Puseh-Baleagung. Sempat foto-foto orang mepeed pada acara ini dan motoin ibu2 dan truni di rumah ibu Dewi Arya Wikanta. Selasa siang mengantar anak-anak beli Chattime di Tabanan dan ambil sertifikat tanah Kukuh yang sudah jadi. Total waktu dibutuhkan kurang lebih 6 bulan mulai dari pecah, aspek hingga balik nama. Rabu sore aku menyempatkan ke Desa Selat, Klungkung menjenguk bli Ines. Keluh kesah bapak dan istrinya mengisi cerita sore itu. Sabar dan iklas menerima cobaan, karena semua orang pasti bisa kena musibah, nasehat saya semampunya. 

Kamis ke Bedugul membawa bekal dari rumah dan foto-foto di bawah pohon dengan akar yang menjalar indah. Deba senang berlarian kesana-kemari bermain bola. Pulangnya mampir makan snack di Warung Gemitir. 

Kamis jam 9 malam, sehari sebelum aku berangkat ke Balikpapan, ketika hendak tidur kepalaku terasa berputar, keringat dingin membasahi wajah dan jantung berdegup agak kencang. Tak seperti biasanya. Berulang-ulang cek tensi dan tertera angka 160-180. Aku putuskan ke dokter diantar pak Tut. Dokter tutup semua hingga ke Nyanyi. Akhirnya ke UGD RS Nyitdah. Disuntik obat penghilang pusing dan minum penurun tensi. Langsung pulang dan kondisi sudah agak mendingan. Begitu cek tensi di mobil dalam perjalanan pulang, 125 saja. 

Esok paginya badanku segar kembali. Semalam mungkin panik atau kecapaian. Karena dari pagi aku jogging, lanjut ke bedugul dan sorenya cuci mobil. Hari itu aku makan sayur daun singkong dan minum imunos karena sebenarnya ketika berangkat aku sudah merasa kurang fit. Malamnya makan nasi jenggo dengan lauk udang. Trus selama 3 hari terakhir aku rutin minum air jahe ditambah madu mengobati radang tenggorokan yang seminggu lebih tak kunjung sembuh. Lelah kurang istirahat. Semangat masih tinggi namun badan tak bisa diajak kompromi. 

Cari informasi seputar ACK dan CBezt. ACK 6 karyawan dengan gaji 1.2jt/bulan/karyawan. Jam kerja 8 jam sebanyak 2 shift dari jam 8 hingga 10 malam. CBezt di Nyitdah konon dananya 300juta. Muahalnyo. Belum dapat info pabrik mukena Pandak. Karena yang di Kebon pindah tempat.

Siang itu aku diantarkan istri ke bandara setelah paginya sembahyang Tilem di Pura Ciwa. Naik Citilink direct dan delay 1.5 jam. Setiba di Balikpapan aku mendapat kabar jika fotoku mendapat juara lomba foto #ramadhanskkmigas yang diselenggarakan account instagram @humasskkmigas. Hadiah akan dikirim usai lebaran. 

Malamnya seperti biasa menginap di Esai setelah ke bluesky dan mampir makan malam di Solaria BC. Malamnya kepalaku agak pusing lagi tapi aku langsung pulang saja dan tidur dengan nyenyak. 

Berangkat ke Santan bersama James dan 1 penumpang yang tak kukenal. Ditambah Gantino yang naik di Samarinda, kami hanya berempat di bus. Aku dan Ganz naik maju 4 hari mengisi kekosongan karena kawan-kawan banyak yang cuti, esok Minggu akan Lebaran. 

Selamat Idul Fitri untuk sahabat yang merayakan. Mohon maaf lahir bathin. 


Thursday, June 15, 2017

Attaka Trip 3 (31 Mei - 12 Juni 2017)

"Yesterday I was clever, 
so I want to change the world. 
Now I am wise, 
so I want to change my self" 
-Rumi-

Ke Balikpapan di akhir Mei bertemu dengan Rudi di penerbangan Makassar-Balikpapan. Ia memberiku sebuah pin yang desainnya aku buatkan beberapa bulan lalu, untuk reuni akbar SMP katanya. Seperti biasa menginap di Esai dan perjalanan ke Attaka melewati Bontang. Ini adalah minggu kedua bulan puasa. Peserta coffee time, sarapan dan makan siang di vulan puasa sangat minimalis. Hanya segelintir yang tak puasa saja. 

Hari Jumat aku mengikuti meeting risk assesment idle subsea cable and vessel Attaka. Saat perjalanan ke Balikpapan aku membeli sabun aroma cempaka di bandara, mirip sabun di hotel Grand Sunti, aromanya menenangkan. 

Suatu malam Pak Mulomo salah seorang koki kami harus dievakuasi dengan kapal menuju Bontang. Vertigonya kambuh lantaran makan daging kambing terlalu banyak semalam sebelumnya. Khawatir terkena stroke ringan, ia dibawa ke darat. 

Seorang kawan menawari sambel buatan istrinya sekalian belajar jualan sambel katanya. Aku coba dua botol mudah-mudahan tak terlalu pedas. Di kamar, si Arham membawa peyek dan karena aku makan terlalu banyak jadinya radang tenggorokan yang berujung batuk. Dikasi OBH oleh medik dan batuknya sembuh 2 hari kemudian. Namun radang tenggorokannya masih tersisa hingga aku off. Dokter Agus menyarankan untuk istirahat cukup dan hindari makan makanan yang digoreng. 

Pada pertengahan bulan puasa ini dimulai project flare maintenance, PM nya Agung GP. Jadinya flare dialihkan ke Alpha. Dengan tambahan sea water sprinkle, water canon dan CO2 system.

Kunjungan pertama ke Bravo dan Hotel. Di Bravo malah shutdown well karena by pass valve lupa dibuka oleh Jumriadi. Bravo juga 2x kena fail battery S/D system. Suatu malam CP juga shutdown karena LSHH V1101 akibat carry over dari Charlie. CP function test bersama Suprianto. Dia malah cerita panjang lebar tentang bitcoin. 

Pada minggu kedua, ketika Om Erick sudah datang, aku dan Sapto karaoke di bawah helipad. Olahraga juga dijalani dengan jogging di helipad, pingpong atau treadmill di fitness room. Turun 1 kg dibanding bulan lalu. Program fight to fit sudah berjalan selama 6 minggu. 30DWC masih terus berjalan sejak 17 Mei hingga 15 Juni 2017. 

Hari Selasa, hari terakhir kami bekerja. Sejak subuh hujan turun dengan lebatnya. Hanya kerja separuh hari di Production. Siangnya kami menghadiri seminar kesehatan yang disiarkan langsung dari PRCC Pasir Ridge. Sorenya Ganz masak ikan segar hasil tangkapannya. 

Off ini aku bisa naik Lion lewat Makassar. Membawa 3 kg bakso ikan tengiri. Perjalanan akan ditempuh selama kurleb 14 jam mulai daru naik kapal, bis, 2x pesawat dan gojek ke rumah.

Tapi karena pesawat Lion dari Balikpapan delay, aku ditinggal penerbangan UPG-Bali. Hampir menginap semalam di Makassar. Kami berenam komplin akhirnya dapat Garuda last flight. Jam 21.30 baru landing di Bali dan jam 23.00 aku tiba di rumah dengan naik Go Car untuk pertama kalinya. 

Timeline:
06.00 start from Attaka by Peacock Tiga
7.30 start from Santan
9.30 tiba di Samarinda
10.00 start from Samarinda
13.30 tiba di Sepinggan Airport
16.00 take off dr BPN (delay harusnya 14.40)
19.45 GA take off dr UPG
21.15 landing 1/2 jam muter2 nunggu antrean
23.00 tiba di rumah


Wednesday, June 14, 2017

Terima Kasih 30DWC

"If you do anything for 21 days in a row, it will be installed as a habit" -ancient rule-

30 Days Writing Challenge atau disingkat 30DWC adalah tantangan menulis selama 30 hari berturut-turut yang digagas oleh seorang penulis 12 buku Rezky Firmansyah. Awalnya saya mengetahui info ini melalui group Whatsapp alumni Kelas Inspirasi Bali. Tanpa pikir panjang saya langsung ikut karena program seperti ini sudah saya tunggu-tunggu sejak lama. Disamping bisa belajar langsung menulis dari para penulis, saya bisa bertemu kawan-kawan yang memiliki minat yang sama, setidaknya untuk menambah teman. 

Program dimulai 17 Mei hingga 15 Juni 2017. 
 100 peserta yang dijuluki "fighter", terbagi ke dalam 10 group kecil yang disebut Squad. Setiap squad diketuai oleh seorang Guardian yang bertugas menjadi "ketua kelas" dan merekap tulisan para fighter. 

Empire adalah grup tempat berkumpulnya semua fighter, dibagi lagi menjadi dua grup besar yakni grup fiksi dan non fiksi. Setiap fighter boleh mengirim tulisan ke grup yang diikuti, kemudian seorang mentor akan memberikan komentar terhadap tulisan kita. 

Dalam 30DWC juga ada kelas online yang dinamai KOUF atau kelas online upgrade fighter yang dilakukan seminggu sekali. Dalam KOUF, seorang pembicara memberikan tips dan trik menulis dengan tema tertentu setiap minggunya. Dibuka juga sesi tanya jawab. Sesi inilah yang paling ditunggu-tunggu oleh para fighter karena bisa bertanya sepuasnya. 

Saya tergabung ke dalam Squad 2 yang terdiri dari 7 perempuan dan 3 lelaki termasuk saya. Kawan-kawan Squad 2 termasuk grup paling rajin dan disiplin. Terbukti hingga hari terakhir ini tak ada satupun yang kena drop out. Bahkan frekuensi telat setoran pun sangat kecil. Squad 2 memang oke. Tak salah saya bergabung dengan grup ini karena bisa banyak belajar dari kawan-kawan yang berasal dari berbagai kota di Jawa dan Sumatera. Di squad 2 kita saling dukung, saling mengingatkan jangan sampai telat setoran. 

Saya mengambil tema cerita bersambung yang mengisahkan kisah cinta seorang kuli minyak lepas pantai. Cerita ini sebenarnya sudah didraft di kepala sejak tahun 2008. Namun karena keterbatasan kemampuan menulis dan waktu luang yang selalu kurang, jadinya belum kesampaian. Setelah 9 tahun beruntung bisa bertemu program ini, setidaknya bisa menulis dari awal hingga akhir cerita secara tuntas. Meskipun isi cerita masih belum lengkap, sambil jalan bisa disempurnakan lagi. 

Di awal minggu kami menulis dengan semangat menggebu-gebu. Tema yang diambil ditentukan sendiri-sendiri. Saya harus menyisihkan sedikit waktu untuk tetap bisa menulis, meskipun mengetik hanya menggunakan smartphone. Kadang harus bangun subuh-subuh sebelum si kecil bangun atau tidur larut malam setelah menidurkan istri dan anak-anak. Sangat mengasyikkan. 

Memasuki hari ke 10, semangat mulai terasa kendor, ide mulai mentok, tulisan mulai terasa hambar. Tak hanya saya, fighter lain pun ternyata merasakan hal yang sama. Ternyata ini yang dinamakan "writer's block". Kelas-kelas online yang diberikan oleh mas Rezky memberikan tips cara menanggulangi "writer's block" cukup mencerahkan. 

Pada minggu terakhir diberikan tantangan menulis dengan tema yang ditentukan general. Ada 3 tema yang diambil pada hari ke 25, 27 dan 29 yaitu kuliner, destinasi wisata dan budaya atau kearifan lokal. Para fighter pun berlomba memberikan yang terbaik karena akan dipilih beberapa artikel terbaik untuk menjadi buku antologi. 

Hari ini adalah hari ke 30 dan tulisan ini adalah tulisan terakhir sebagai penutup 30DWC. Saya mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan fighter baik Squad 2 maupun fighter lain yang sudah memberikan masukan-masukan terhadap tulisan saya. Semoga apa yang dicita-citakan para fighter tercapai dan semoga saya bisa mengikuti the next 30DWC. 

#30DWCJilid6 #Day30



Tuesday, June 13, 2017

Quote of 30DWC

Menulislah seperti air, yang bisa menyegarkan suasana. 
Menulislah laksana api yang bisa menghangatkan tubuh.
Menulislah bagai angin yg bisa mendorong perahu layar.

#30dwc #jilid6


Tumpek Bubuh, Hari Tumbuhan Orang Bali

Orang Bali mempunyai tradisi unik yang dirayakan setiap 6 bulan sekali, namanya Tumpek Bubuh. Tumpek Bubuh adalah hari tumbuh-tumbuhan yang jatuh 35 hari sebelum Hari Raya Galungan. Galungan sendiri adalah salah satu hari raya besar yang diperingati di Bali. Pada hari tumbuhan ini, orang Bali memperlakukan tanaman dengan istimewa terutama tanaman yang menghasilkan buah-buahan, sayur, umbi dan sumber makanan lainnya. 

Ini adalah bentuk sujud syukur ke hadirat Yang Maha Kuasa karena telah memberikan rejeki berupa hasil alam yang melimpah. Disamping itu pada hari ini merupakan titik tolak orang Bali agar dekat dengan alam, menyatu dengan ciptaanNya. Pada hari ini tanaman biasanya dijaga, dipupuk dan disiram agar benar-benar berbuah lebat pada hari raya Galungan nanti. 

"Tumbuhan juga sama dengan manusia. Agar tumbuh baik harus disayangi. Dielus-elus. Bila perlu sering-sering dikunjungi di kebun," kata ibu saya ketika hari Tumpek Bubuh datang. 

Tidak banyak yang tahu kapan hari raya ini mulai diperingati, namun yang jelas tradisi ini dilakukan turun-temurun oleh penduduk di seantero Bali. Pada hari Tumpek Bubuh ini pula masyarakat bersepakat untuk tidak menebang pohon ataupun memetik buah. Namun justru sebaliknya, penduduk disarankan untuk menanam tumbuhan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. 

Ketika saya kecil sering diajak ibu saya ke kebun di belakang rumah. Kemudian ia mendekati pohon pisang lalu berbicara dengan lembut sambil mengelus-elus batangnya yang besar, "Wahai pohon pisang. Berbuahlah kamu dengan lebat. Beri kami hasil agar bisa dipakai pada hari raya Galungan." Ia melakukan hal yang sama pada beberapa pohon lainnya dengan lembut. Memperlakukan tanaman selayaknya manusia. 

Kini, tradisi ini sudah kian punah terutama penduduk di kota besar. Rumah-rumah di kota sudah jarang memiliki halaman dengan banyak tanaman, apalagi memiliki kebun di belakang rumah. Penduduk modern pun kini lebih suka membeli bahan makanan di pasar atau supermarket daripada menanam dan memetik sendiri kebutuhan akan hasil bumi. 

Meskipun tradisi ini sudah mulai punah, namun pesan yang ingin diwariskan leluhur orang Bali adalah kita harus merawat dan menjaga alam agar tetap lestari. Karena seperti yang tlah kita pelajari bersama, tanaman adalah sumber oksigen yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Mari kita jaga alam dengan merawat tanamannya. 

#30DWCJilid6 #Day29

Day 28 - Pertemuan Tak Terduga (2)

Pagi ini aku bangun segar sekali. Tak pernah kurasakan tidur senyenyak tadi malam. Kubuka sedikit jendela lalu kutemukan pemandangan indah di seberang jalan kosku. Tangki-tangki minyak berukuran raksasa berdiri kokoh di antara pipa-pipa berwarna putih. Di kejauhan sana tampak sebuah flare tinggi, menyala siang malam tanpa henti. Menara-menara kilang berderetan di antara hijaunya pepohonan. Di kilang itulah minyak mentah diolah menjadi avtur, bensin, solar dan minyak tanah. Kemudian didistribusikan ke seluruh penjuru tanah air. 

Barang-barang sudah aku kemas semua tadi malam. Sebuah taxi menjemput mengantarkan aku ke bandar udara Sepinggan. Deretan perumahan pegawai Pertamina dan jalur pipa sepanjang tepi jalan minyak menemani perjalananku pagi itu. Karena sebentar lagi aku akan tiba di rumah mengunjungi bapak dan ibuku selama 10 hari. Belasan bungkus amplang, keripik khas Balikpapan, aku bawakan sebagai oleh-oleh. Tak lupa Kepiting Kenari asam manis menjadi oleh-oleh pamungkasku. 

Setelah check in aku memasuki lounge bandara dan membuka laptop untuk mencari wifi gratis. Aku transfer foto-foto dari kamera, kebersamaan kami selama beberapa hari terakhir. Belasan halaman website tlah kubuka, bermenit-menit video sudah kutonton melalui Youtube. Dua jam aku duduk di ruang tunggu ini namun tak jua ada panggilan naik pesawat. Beberapa pengunjung nampak hilir mudik, gelisah.

Ada apa gerangan, apakah pesawat yang aku tumpangi akan berangkat terlambat, tak ada pengumuman sedikitpun. Badan sudah semakin pegal, pantat panas karena sedari tadi duduk tak pindah-pindah.

Akhirnya panggilan naik ke pesawat pun terdengar melalui pengeras suara. Para penumpang berdesakan memasuki pesawat. Aku biarkan semuanya naik terlebih dahulu. Aku masuk melalui pintu belakang, duduk di kursi nomor dua dari belakang. Aku hempaskan badanku setelah menaruh ransel berisi laptop di bagasi kabin di atas kepalaku. Badanku terasa pegal, mataku sedikit ngantuk.

Penumpang masih terus memasuki pesawat, pramugari hilir mudik merapikan barang dan mengatur tempat duduk. Satu kursi di sebelahku masih belum terisi.

Tiba-tiba dari balik kerumunan di depan sana, berjalan seorang perempuan berambut panjang. Lenggak-lenggok pinggulnya sangat aku kenal. Aku melihat perempuan bermata indah, satu pesawat bersamaku. Apakah aku sedang bermimpi, pikirku dalam hati. Itu Vita, perempuan yang selama ini aku rindukan, aku kehilangan jejaknya selama sekian minggu. 

Ia terus berjalan dan semakin mendekat ke arahku. Ia menatap tajam mataku dan ternyata kursinya persis di bangku kosong di sebelahku. Aku riang bukan kepalang. Kami berpelukan dan saling bertatapan tak percaya. Pertemuan tak sengaja ini benar-benar membuat aku terpesona untuk kesekian kalinya. Benar kata Nizar, rezeki itu sama dengan jodoh, ia tak kan lari kemana. 

Kami terlibat percakapan serius. Kami tak pedulikan lagi orang lain di sekeliling. Kami tumpahkan rasa rindu yang akhirnya terobati. Ia terus bicara sambil membelai-belai pipiku seolah tak ingin lagi lepas dariku. Kemudian ia menepuk bahuku kencang. Kencang hingga badanku berguncang. Aku tak kuasa menahannya tapi ia terus menepuk pundakku. Hingga akhirnya pelan-pelan wajahnya menjadi kabur, seperti lensa kamera yang tidak fokus. 

Tiba-tiba wajahnya semakin tak jelas. Ia terus menepuk punggungku. Pakaiannya berubah mirip pakaian pramugari pesawat ini. Punggungku kini ditepuk sembari berkata, "Mas, bangun mas. Sudah sampai. Pesawat sudah landing sedari tadi," ujar seorang pramugari membangunkan aku. 

Ternyata aku hanya bermimpi. Saking lelahnya aku dan merindukan dirinya. Lututku langsung lemas dan aku keluar pesawat dengan linglung. Vita hanya hadir dalam mimpi. Haruskah aku kehilangan pujaan hati dengan cara seperti ini?

Bersambung...

#30DWCJilid6 #Day28
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar

Monday, June 12, 2017

DTW Tanah Lot

Tanah Lot adalah salah satu objek wisata berbayar yang paling ramai di Bali. Tidak hanya turis domestik, Tanah Lot terkenal hingga ke manca negara, dengan pemandangan matahari terbenamnya. Tanah Lot adalah sebuah Pura yang terletak di atas karang yang terpisah dari daratan. Jika laut sedang pasang Pura Tanah Lot dikelilingi air laut dan kita tidak bisa menyeberang kesana. 

Pura yang ramai ketika sunset ini terletak sekitar 23 kilometer dari Bandara Ngurah Rai atau sekitar 15 kilometer dari kota Denpasar, tepatnya di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Setiap sore para pengunjung memadati sisi timur pura yaitu sebuah tebing dengan restoran yang menyediakan kursi untuk menikmati matahari terbenam. Di sisi timurnya lagi terdapat lapangan golf milik Bakrie Nirwana Resort. 

Pura Tanah Lot didirikan pada abad ke 15 oleh seorang rohaniwan Hindu dari tanah Jawa. Danghyang Nirartha menyebarkan ajaran agama Hindu dengan menyusuri pesisir pantai selatan Bali dan akhirnya, atas petunjuk yang Maha Kuasa beliau mendirikan pura yang hingga kini tak pernah sepi pengunjung ini. 

Rata-rata pengunjung per tahun adalah sebanyak xxxx orang. Jika musim liburan tiba, Tanah Lot pernah dikunjungi hingga 15.000 orang per hari. Tak ayal, objek wisata alam ini meraup pemasukan lebih dari 60 milyar per tahun. Sebagian pemasukan disumbangkan ke setiap desa yang berada di Kecamatan Kediri. 

Ada satu ikon Tanah Lot yaitu ular suci berwarna loreng yang letaknya di sebuah goa di sebelah utara pura. Ular ini dijaga oleh seorang pawang ular yang selalu duduk setia di depan gua kecil tempat persembunyian ular suci ini. Sebuah kotak amal disediakan untuk pengunjung yang ingin melihat ke dalam.

Tanah Lot kerap dijadikan tempat melasti ketika menjelang Hari Raya Nyepi di Bali. Penduduk dari berbagai desa melakukan ritual tahunan ini, memenuhi tepi pantai dan melakukan ritual dengan kidmat. Yang unik adalah penduduk Desa setempat melakukan ritual melasti dengan berjalan kaki dari pusat desa menuju Tanah Lot. 

Disamping objek utama Pura Tanah Lot, disekitarnya terdapat pula objek lain yaitu Pura Batu Bolong. Pura ini terletak di sebelah barat, di atas karang yang menjorok ke laut dan berlubang di bawahnya. Setiap hari Rabu sore digelar pertunjukan kecak di area sekitar pura Batu Bolong. Para wisatawan mancanegara kerap memadati pertunjukan tarian tradisional ini yang dipentaskan selama sekitar 1 jam. 

Tanah Lot dikelola oleh Desa Beraban terutama jika ada upacara yang diadakan setiap 210 hari sekali. Terdapat puluhan toko seni berjejer di sepanjang jalan dari parkir ke arah pinggir pantai. Sebagian besar pedagang adalah penduduk lokal yang mempunyai tempat sendiri atau dengan menyewa. Barang-barang yang dijual adalah karya seni mulai dari cinderamata, lukisan hingga patung. 

Konon ada mitos dari masyarakat lokal agar tidak berkunjung ke Tanah Lot untuk orang yang statusnya sedang berpacaran. Jika memaksa bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Meskipun terkesan tidak masuk akal, namun banyak masyarakat yang percaya dan bisa dipastikan tidak akan ada pasangan yang sedang pacaran berkunjung ke Tanah Lot. 

#30DWCJilid6 #Day27


Sunday, June 11, 2017

Back to Origin

Sore itu kami menikmati senja di tepi Melawai. Pulau tukung menjadi siluet indah di antara awan-awan bulan Juni yang merah membara selepas sunset. Jacky dan aku memesan kepiting asam manis, sedangkan Nizar dan Topan kepiting saus tiram yang pedas dan panas.

Sebelum pulang ke rumah masing-masing kami harus menikmati makanan khas Balikpapan yaitu kepiting. Bagi Jacky dan Topan, barangkali ini perjalanan terakhir dia ke Balikpapan. Mungkin dia tak akan pernah ke kota minyak ini lagi. Namun seseorang pernah berseloroh kepada kami, jika sudah pernah minum air sungai Mahakam, maka suatu saat pasti akan kembali ke Kalimantan Timur. 

Jacky tampak tak segusar ketika pertama kami menerima hasil pengumuman. Topan bersikap biasa saja. 

"Jika memang rejekimu, suatu saat kamu pasti akan kembali kesini, bro," Nizar membuka percakapan di sela santapan. 

"Jangan lupa nanti kirim foto-foto ya De," pinta Jacky kepadaku sambil terus menikmati enaknya kepiting asam manis. 

"Kalau liburan, sering-sering ke Jogja ya. Nanti aku temani kamu hunting ke Kota Gede, bro," bujuk Topan ke aku. 

Kemudian kami berpisah. Aku menuju kosku di jalan Minyak dengan naik angkot nomor tujuh berwarna biru. Kelak kami akan merindukan saat-saat seperti ini. Berkumpul kembali tanpa beban, bekerja tanpa ada tekanan. 

Besok kami akan pulang kembali ke tempat asal. Jacky kembali ke kampung halamannya, Mojokerto. Sedangkan Topan akan pulang ke Kotak Gudeg, Jogja. Kami akan memulai langkah baru. Yang tak lulus akan mencari pekerjaan baru atau mereka akan memulai membangun sebuah bisnis. Sedangkan aku dan Nizar pun memulai babak baru, diangkat resmi menjadi pegawai, kuli minyak lepas pantai yang bekerja dengan jadwal 2-2, dua minggu on duty dan dua munggu off duty. Kami ditempatkan di area dan team yang sama, Twin Dolphine team. 

Selain Jacky dan Topan, ada 11 orang lagi yang tak lulus ujian akhir kemaren. Mereka harus ikhlas menerima keputusan. Meskipun tak lulus, pulang harus dengan kepala tegak. Sebanyak 60 orang selama 12 bulan bersama-sama belajar, menimba ilmu minyak mulai dari Cepu hingga belajar langsung di lapangan. 

Ada pertemuan, ada perpisahan. Tak ada yang abadi di dunia ini. Tak ada yang permanen di alam ini. Esok tak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Maha Memberi adalah hal paling sempurna yang bisa kita lakukan sebagai insan yang tak sempurna. Tak perlu merasa kehilangan, karena kita tak pernah mempunyai apa-apa di dunia ini. Semuanya hanya titipan belaka. 

-Melawai 8 Juni 2004

#30DWCJilid6 #Day26
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar

Friday, June 09, 2017

Day 25 - Laklak Biu Pan Bayu

Bali memiliki banyak sekali makanan tradisional mulai dari makanan, minuman, sayuran hingga jajanan. Salah satunya adalah jajanan laklak biu Pan Bayu yang terletak di Desa Penebel, Kabupaten Tabanan. Warung laklak Pan Bayu biasanya buka dari jam delapan pagi hingga jam delapan malam. Para penduduk sekitar kebanyakan membeli laklaknya di pagi atau sore hari, dimakan sembari menikmati segelas kopi atau secangkir teh poci.

Laklak biu Pan Bayu adalah salah satu jajanan yang dimasak dengan cara tradisional. Tiga buah tungku yang terbuat dari tanah berjejer di depan warung sederhananya. Bahan bakarnya pun menggunakan kayu bakar. Di atas tungku ditaruh semacam piring yang juga terbuat dari tanah liat. Adonan dituang dengan sebuah sendok bambu, diratakan kemudian ditambahkan irisan pisang gancan. 

Pisangnya pun tidak boleh sembarang pisang. Pisang gancan dipilih karena memiliki rasa yang istimewa ketika berpadu dengan adonan laklak yang panas. Laklak disajikan dengan daun pisang yang dialasi ingko, ditambahkan parutan kelapa sebagai pemanis. Melihatnya saja sudah membuat menelan ludah sendiri.

Disamping berjualan di warung di kampungnya, Pan Bayu kerap membuka lapak dari pameran ke pameran di seantero Kabupaten Tabanan. Jika di warungnya ia menjual laklak seharga Rp 2500 per buah, selama pameran dia bisa menjual dengan harga dua kali lipat. Di pameran pun ia bisa menjual rata-rata lima ratus laklak per hari, hampir lima kali lipat jika dia hanya jualan di warung di kampungnya. Oleh karena itulah Pan Bayu lebih sering berkeliling dari pameran ke pameran. 

Laklak adalah jajanan tradisional mirip serabi di Jawa Barat. Namun laklak biu Pan Bayu memiliki keunikan tersendiri. Jika kue laklak biasanya berdiameter 5 sentimeter, laklak biu Pan Bayu berdiameter 10 sentimeter, berukuran jumbo. Di samping itu juga dilengkapi dengan irisan pisang yang harus dipetik pada sore hari ketika matahari akan tenggelam.

Ketika ditanya mengenai bahan baku, Pan Bayu mengemukakan menggunakan bahan baku utama yakni tepung yang ia beli dari pasar tradisional di kampungnya. Sedangkan pisang dan kelapa ia dapatkan dari kebun milik keluarganya yang ia warisi turun-temurun. Ia mengaku kini sangat susah mendapatkan bahan kayu bakar. Karena jika kayu bakar diganti dengan kompor gas LPG, laklaknya akan kehilangan cita rasa istimewanya. 

Pan Bayu sudah berjualan laklak dari sejak ia masih kecil. Kala itu ia membantu orang tuanya ikut berjualan di pasar tradisional di kampungnya. Jam lima subuh ia sudah ke pasar menemani ibunya. Ia mendapat tugas menjajakan laklak berkeliling pasar. Pada sore hari ia membantu ayahnya memetik pisang di kebun di belakang rumahnya. 

Pan Bayu tidak ingin mengubah aroma ataupun bentuk laklak bikinannya. Pan Bayu bisa saja menambahkan keju parut atau membuat laklak rasa strawberry, mangga atau apel, misalnya untuk memperkaya menu laklaknya. Tapi Pan Bayu memilih untuk mempertahankan cita rasa dan bentuk, sebagai warisan turun-temurun. Ia tidak ingin kue-kue tradisional kalah dengan kue-kue dari luar negeri. Impiannya sederhana, suatu saat ia berkeinginan laklak miliknya menjadi jajanan wajib rapat-rapat di kantor-kantor pemerintahan di Kabupaten tempat dia dilahirkan. 

#30DWCJilid6 #Day25
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar

Note:
- biu = pisang
- pan = pak / bapak


Pengumuman Pemenang

Dalam perlombaan tentu sudah biasa ada yang menang dan kalah. Dalam ujian pun pasti ada lulus dan gagal. Yang terpenting adalah bukan hanya pada hasil akhirnya, namun lebih kepada bagaimana kita menikmati prosesnya dan mengambil banyak pelajaran darinya. 

Hari itu, setelah menunggu seminggu sejak ujian presentasi kemaren, kami berkumpul kembali. Kali ini di kantor besar Balikpapan. Sebuah logo 76 di dalam lingkaran oranye berdiri megah di sudut teras Training Department. Riuh rendah suara kami memenuhi ruangan yang tak begitu luas.

Kemudian datanglah Ibu Sita sang koordinator kami. Beliau menempelkan kertas di papan pengumuman. Tapi ternyata kertas itu berisi informasi bahwa kami akan dipulangkan selama sepuluh hari setelah pengumuman dan menandatangani kontrak kerja. 

Tak berselang lama. Satu persatu nama kami dipanggil dan menerima amplop yang akan menentukan kehidupan kami selanjutnya. Selembar kertas yang kelak akan menjadi salah satu tonggak sejarah, apakah kami akan lanjut bekerja ataukah kami harus pulang ke masing-masing daerah dengan tangan hampa. 

Tak sabaran kami buka dan melihat deretan tulisan yang ditata rapi. Kubaca dengan seksama. Aku dinyatakan lulus. Nizar juga lulus. Diujung sana nampak Jacky dan Topan berwajah muram. Sepertinya ada yang tak beres pikirku. Aku mendekati mereka. 

"Aku tak lulus," Jacky menunduk malu.

"Selamat kawan. Lanjutkan perjuanganmu demi Indonesia ya," serunya Topan dan menyalami aku dan Nizar.

"Emang kenapa kok bisa nggak lulus, kawan?" tanyaku kepada Jacky.

Jacky adalah seorang yang cerdas dan berkemampuan di atas rata-rata kok bisa tidak lulus. Sedangkan Jacky terlalu nasionalis. 

"Aku kemaren ditanya pilih kerja di darat atau di laut. Ya aku jawab saja di darat. Karena habitat kita di darat. Kita bisa olahraga biar badan tetap sehat," terang Jacky sambil tak hentinya ia ngedumel. 

"Topan, kalau kamu kenapa emangnya?" tanyaku sembari membaca surat miliknya memastikan Topan tak sedang bercanda. 

"Aku lebih baik berhenti bro. Daripada harus mengabdi kepada asing. Mereka hanya mengeruk kekayaan alam kita," 

"Ini masalah uang bro. Demi sesuap nasi. Nggak usahlah terlalu idealis gitu, Pan," Nizar menambahkan. 

"Kalau untuk sekedar cari makan masih banyak tempat lain bro. Tapi harga diri tak bisa diperjualbelikan," Topan meyakinkan.

"Ya sudah jika itu memang keputusanmu,"

Sebelum pulang nanti sore kita kumpul di pantai Melawai yuk," 

Sepuluh hari ke depan kami libur dan kembali ke rumah masing-masing, ke kampung halaman dimana tempat kami berasal. Tiket pesawat pulang pergi sudah kami kantongi. 

#30DWCJilid6 #Day24
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar

Thursday, June 08, 2017

Penentuan Masa Depan

Semilir angin berhembus dari balik tangki penampungan minyak mentah, menggoyang lunglai barisan pohon kelapa. Deretan pohon mangga, di depan camp-camp pekerja, berbuah lebat. Jalanan beraspal sepi hanya sesekali dilewati mobil truck dobel kabin berwarna hitam, 
Rodanya dipenuhi lumpur dan jarang dibersihkan. 

Semua peserta training sebanyak enam puluh orang berkumpul selama seminggu di Santan Terminal. Sebuah terminal pengumpul minyak dan gas yang berasal dari 3 lokasi yaitu Attaka the Giant Field, Northern in Board and West Seno Deep Water Field. Minyak-minyak dimurnikan dan dikumpulkan ke dalam satu tangki kemudian dalam beberapa periode dijemput sebuah kapal tanker raksasa diangkut entah kemana. Gas-gas dikirim menuju pabrik pupuk di kota Bontang sana. 

Hari itu giliran kami berempat presentasi sesuai tema yang diambil. Aku duduk di sebuah kursi deret tiga menunggu giliran. Aku masih memikirkan kemana perginya Vita. Sudah 2 minggu kami tak saling sapa. 

Nizar masuk pertama kali. Sudah 1 jam ia masih di ruangan di dalam sana. Jacky tampak duduk gelisah memutar-mutar pena yang ada di tangannya. Topan asyik bermain snake di HP yang baru saja dibelinya di sebuah toko di Balikpapan. 

Kawan-kawan yang lain tak jauh beda dengan kami. Duduk hening dan menikmati kesepian di tengah keramaian. Deg-degan menunggu giliran.

Akhirnya nama ku dipanggil dari balik pintu. Aku masuk menuju ruang sidang membawa sebuah flashdisk berisi materi presentasi yang sudah kupersiapkan sejak beberapa bulan sebelumnya. Tadi malam kuhaluskan agar presentasi yang kubawakan menjadi lebih menarik, lebih hidup. Dengan harapan para penguji terpesona dengan animasi yang kutambahkan, sehingga merek tidak bertanya terlalu sulit. 

Dengan sedikit gugup aku tampil di depan 9 orang penguji. Ada Pak Agustinus coach kami di sisi meja sebelah kiri. Dua orang dari departemen maintenance. Dua orang dari departemen production. Dua orang dari engineering dan dua orang dari HRD. 

Semua duduk dengan muka sangar. Siap membantai aku siang itu. Udara dingin dari air conditioner tak begitu terasa. Aku mulai presentasi tanpa hambatan. Kalimat pembuka benar-benar kusampaikan dengan tenang. Halaman demi halaman kupresentasikan dengan lancar. Berbagai pertanyaan yang dilontarkan dari penguji bisa kujawab dengan gamblang. 

Tibalah pada pertanyaan terakhir dari HRD. 

"Apakah kamu suka kerja di laut?"

"Suka Pak," jawabku dengan mantap. 

"Seandainya kamu dikasi pilihan, pilih kerja di datar atau di laut?" 

"Jika boleh memilih, saya sebenarnya suka kerja di darat. Tapi saya siap ditempatkan dimana saja," dengan diplomatis aku coba menjawab.

Saat ini aku tak mempunyai target apa-apa. Aku hanya tahu diterima kerja dan kerja. Tak ada ekspektasi apapun. Tak mempunyai ambisi apa-apa. Biarkan hidup mengalir seperti air, biarkan hidup mengikuti angin berhembus. 

Dengan dada membusung aku keluar ruang sidang. Senyum lepas menghias wajahku. Selesai sudah semua tugas dengan lancar. Tapi tiba-tiba aku jadi kembali bersedih. Aku masih belum menemukaj berita menyangkut perempuan bermata indahku. Kemanakah ia pergi.

#30DWCJilid6 #Day23
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar

Wednesday, June 07, 2017

Kehilangan Cinta

Day 22

Off kali ini aku langsung mampir ke Samarinda. Aku harus menemukan Vita. Berkali-kali aku telfon ke nomor HP nya tak aktif. Nomor telfon rumahnya pun tak bisa dihubungi sama sekali. Aku benar-benar khawatir jika tak bisa bertemu lagi. Aku begitu panik, merindukan pujaan hatiku. 

Yang aku bingungkan kenapa tak satupun nomor HPnya bisa dihubungi. Apakah ia sengaja memutuskan hubungan denganku. 

Aku menuju rumahnya di belakang hotel Mesra Indah di kawasan Segiri. Aku mendekati pagar rumahnya yang besar. Sepi dan tampak kotor. Debu-debu menempel di kaca patri jendela megahnya. Daun pohon mangga berserakan di halaman rumah tak disapu. Entah apa gerangan yang terjadi. Jutaan tanda tanya menempel di otak reptiliaku. 

Tak ada petunjuk jelas. Tanpa kusadari dari samping muncul seorang pemuda mendekatiku. 

"Sudah seminggu rumah ini kosong. Beberapa hari yang lalu ada 1 truk yang mengangkut barang-barang. Dibawa entah kemana," sang pemuda menjelaskan terbata-bata.

"Esoknya lalu datang seorang petugas berpakaian rapi menempelkan tulisan di depan itu," pemuda itu menambahkan sembari menunjuk sebuah tulisan menempel di dinding samping halaman depan rumah ini, "RUMAH DISITA". 

Otak mamaliaku makin berusaha mengungkap teka-teki ini. Apakah rumah ini disita karena bermasalah. Apakah disita karena tidak bisa bayar hutang. Ataukah disita karena tanah yang dipakai tanah sengketa. Belasan hipotesa memenuhi batang otakku. 

Akhirnya aku memutuskan ke fitness center di dekat GOR Segiri. Bapaknya pernah bilang punya sebuah fitness center yang selalu ramai dikunjungi terutama di hari libur. 

Aku menemukan pemandangan sepi, tak jauh berbeda dengan rumahnya. Fitness center tutup tanpa penjelasan apa-apa. 

Aku semakin penasaran dibuatnya. 

Pupus sudah harapanku. Dimana akan kucari kamu wahai bidadariku. 

#30DWCJilid6 #Day22
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar

Tuesday, June 06, 2017

Day 21 - Tenggelam Bersama Gelombang

Ini adalah minggu ke tujuh aku mengunjungi Attaka the Giant Field. Otakku fresh kembali sehabis liburan seminggu di Balikpapan. Sore itu matahari bersinar dengan awan tipis. Aku dan tiga orang sahabatku duduk santai di helipad sambil menikmati sore yang damai. 

Suara turbine compressor masih terdengar memekakkan telinga. 

"Harusnya kamu memilih judul yang lain, De," Nizar mencoba mengingatkanku, "Ide yang kamu angkat kurang realistis."

"Kurang realistis gimana. Semua peralatan tersedia di pasaran. Budget juga sudah ada. Tinggal kita yakinkan para bos aja bahwa ide ini akan berhasil," tambahku.  

"Kita kan masih training. Ambil judul yang ringan-ringan saja," cetus Topan. 

"Kalo menurutku idenya bagus banget. Malah bisa menghemat pekerjaan operator yang mau melakukan tes sumur," Jacky membelaku.

"Sebuah multiphase flow meter akan menghitung otomatis laju aliran minyak, air dan gas. Operator tidak perlu menjaga level test separator yang selama ini dilakukan dan buang-buang waktu saja," seruku membela diri. "Kita hemat puluhan US dollar karena tidak perlu berinvestasi test separator.

"Wah itu malah bisa ngurangin kerjaan operator, Bro. Nanti operator gak ada kerjaan," pungkas Topan.

"Malah bagus itu bro," aku melanjutkan sambil sesekali memotret langit barat yang makin meredup. 

Kami terus berdiskusi seru. Makin sore makin panas. Nizar kurang setuju dengan tema tugas akhir yang aku angkat. Dia selalu mematahkan ide-ide anehku. Sedangkan dia selalu ingin kami menggunakan ide-ide dia. 

Akhirnya senja pun habis. Ditutup dengan tenggelamnya matahari di balik cakrawala. Langit memerah. Kami turun kembali ke kamar. Aku mengambil handphone hendak menelfon Vita. Aku berjalan menuruni tangga sambil mencari nomor kontak di handphone ku yang hitam. 

Tiba-tiba kakiku terpeleset. Badanku limbung hilang keseimbangan, membentur hand rail lalu menubruk Jacky yang menuruni tangga lebih dulu daripada aku. Handphone kesayanganku terpental mengenai tiang anjungan lalu tercebur ke laut dan lenyap ditelan ombak yang mulai gelap. 

"Waduh kacau semua... semua nomor telfon kawan-kawan hilang dah," aku berteriak sambil mengaduh.

"Makanya kalo jalan jangan sambil main hp," seru Topan. 

Segera aku menuruni tangga menuju koridor di dalam kabin. Ketika hendak menelfon menggunakan telfon umum, seorang senior lewat dan berucap, "Telfon sementara mati selama tiga hari. Tak bisa nelfon ke nomor luar. Lagi ada perbaikan."

Aku jadi gelisah. Tak bisa kuhubungi perempuan bermata indah di seberang sana di tepian Mahakam. 

#30DWCJilid6 #Day21
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar

Monday, June 05, 2017

Menerima Pijat Panggilan

"De, ambil koran itu. Kita kerjain Jacky dan Topan yuk," Nizar mengambil handphone lalu memencet sebuah nomor yang ia dapat di kolom iklan mini. Ia sibuk bicara dengan serius. 

"Kamu nelfon siapa tadi," aku penasaran dibuatnya.

"Udah tunggu aja," sambil membuka sedikit gorden kamar, mengintip ke arah kamar Jacky dan Topan. 

Aku melihat Nizar melingkari sebuah iklan mini dengan judul "Menerima pijat panggilan". Aha aku tahu apa yang akan terjadi. Kami berdua menunggu tak sabar siapa gerangan yang akan datang. Sesekali aku mengintip dari celah jendela. 

Kamar kami terletak di blok belakang hotel di samping kolam renang. Agak tersembunyi dari keramaian dan lalu-lalang tamu. Ornamen ukiran dayak menghias sudut-sudut bangunan hotel. Musik gitar khas Dayak berkumandang melalui speaker-speaker di sudut plafon. 

Tiba-tiba terdengar langkah kaki sedikit terburu. Kami masih mengintip dari balik jendela. Seorang perempuan cantik, seksi dengan sepatu hak tinggi berjalan ke arah kamar Jacky dan Topan. Aku dan Nizar semakin menunggu tak sabaran.

Terdengar suara pintu diketok dan derit pintu dibuka. Tampak terjadi percakapan serius di ujung sana. Aku tak terlalu melihat bagaimana ekspresi Topan dan Jacky. Tapi kulihat perempuan seksi bicara dengan erotis. Aku dan Nizar diam menahan tertawa. Nizar hanya meletakkan telunjuk melintang di depan bibirnya sambil berucap "ssstttt."

Sejurus kemudian si perempuan berubah wajahnya menjadi masam, berjalan meninggalkan kamar Topan dan Jacky, sepertinya pergi. Topan dan Jacky tampak berdiri di depan kamar kebingungan. Aku dan Nizar sudah tak tahan. Kami akhirnya keluar kamar dan memuntahkan tawa yang sejak tadi tertahan. 

"Wah kalian rupanya ya!!!" Jacky berlari mengejar kami dan kami pun berkejaran seperti anak-anak TK di halaman belakang hotel. 

Nizar tertawa puas ngerjain Topan dan Jacky sore itu.  

#30DWCJilid6 #Day20
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar


Sunday, June 04, 2017

Rabu Gaul

Liburan ini kami masih mempunyai jatah menginap di hotel. Daripada suntuk aku dan Nizar sepakat mencoba sensasi baru, kami akan masuk ke pub di hotel tempat kami menginap. Namanya CB Pub alias Color Beat Pub. Jaraknya hanya beberapa blok dari kamar yang aku tempati. 

"Jangan lupa pake sepatu dan bawa uang ya," seru Nizar tak sabar.

Sebelum masuk pub aku membeli sebungkus rokok di minimarket di lantai dasar hotel. Biar kelihatan lebih jantan dan gaul, pikirku. Kami masuk melewati penjaga pintu, seorang perempuan yang berpakaian super seksi.

"Kamar 321 mbak," ucapku sebelum si penjaga seksi bertanya.

Life music dari Color Beat Band meramaikan rabu gaul malam itu. Aku dan Nizar menuju sudut belakang, di dekat meja bilyard. Asap rokok mengepul menyatu dengan lagu-lagu yang dinyanyikan silih berganti. Persis di depan panggung para pengunjung berjoged tanpa gaya, bergerak seperti orang kerasukan. 

Aku menyalakan korek pertanda mau pesan minuman. Kemudian datang seorang perempuan yang tak kalah seksi bertanya kepada kami. Sebotol bir tanpa alkohol untuk menyejukkan tenggorokan yang panas menghirup asap rokok. Nizar memesan anggur hitam khas timur tengah sana. Musik masih berdentum mengiringi para insan yang makin malam makin melayang. 

Kian lama mataku semakin pedas dihembus asap rokok yang memenuhi ruangan yang tak begitu besar itu. Nizar pun merasakan yang sama. Suaraku mulai serak karena ngomong sembari berteriak, berusaha mengalahkan suara musik yang terus bersambung. Telingaku juga terasa mendengung, karena sedari tadi musik yang dilantunkan berirama cepat dan keras.

Tampaknya ini bukan tempatku. Aku lebih menikmati berjalan kaki menyusuri pematang sawah, atau memotret matahari tenggelam di pantai Melawai. Aku lebih menikmati gemericik air dari pancuran di ujung sana. 

"Ayo keluar, sudah malam. Ngantuk," aku mengajak Nizar keluar pub. 

Tanpa melawan Nizar mengikuti dan kami kembali ke kamar dengan wajah yang sedikit gusar. 

#30DWCJilid6 #Day19
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar

Saturday, June 03, 2017

Di Persimpangan Jalan

Entah kenapa bapakku sejak awal selalu melarang aku bekerja. Lebih baik jualan sendiri, meskipun hasilnya kecil tapi jadi bos atas dirimu sendiri. Lebih mulia jadi pedagang, daripada jadi kuli bagi orang lain, demikian selalu bapak membujukku. 

"Biarkan aku cari pengalaman dulu, Pak," kilahku saat mulai kerja.

"Kamu di rumah tinggal melanjutkan yang sudah ada, tak perlu memulai dari nol," bujuk bapakku untuk ke sekian kalinya. 

Meskipun jualan kecil-kecilan, buktinya bapak bisa menghidupi keluarga kecil kami. Aku bisa lulus kuliah dengan lancar dan adikku sebentar lagi menyusulku kuliah.

"Aku mau kerja 5 tahun saja. Nanti aku janji akan pulang," selalu aku membela. 

Sejak lulus SMA sebenarnya bapak sudah tak setuju dengan keputusanku mengambil jurusan teknik. Lulusan teknik akan menjadi kuli dan bekerja untuk anak jurusan sosial.

Dengan keyakinan tinggi, meskipun dengan kemampuan terbatas, bapak menyuruh aku mengambil jurusan ekonomi. Agar kelak bisa melanjutkan usaha bapak jika beliau sudah tua nanti. Jika menjadi pedagang, hari libur bisa ditentukan sendiri. Pemikiran-pemikiran bapak selalu menghantui perjalanan masa trainingku. 

Malam ini, setelah menikmati guncangan ombak angin utara tadi siang, aku keluarkan laptop. Lalu mulai mengetik satu kata "Pendahuluan". Kami mendapat tugas untuk menyusun laporan akhir dengan mengambil satu tema yang berhuhungan dengan apa yang sudah kami pelajari di Attaka Field ini. 

Hingga malam selarut ini, aku masih belum juga mengetikkan kata tambahan. Pesan singkat bapak tadi sore benar-benar masih menghantuiku. Aku rebahkan badan di tempat tidur yang selebar delapan puluh sentimeter ini. Tak seberapa lama akupun terlelap tanpa mimpi. 

#30DWCJilid6 #Day18
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar


Friday, June 02, 2017

Day 17- Attaka Dikepung Badai

Mendung tebal menggumpal di delapan penjuru mata angin. Awan-awan kumulonimbus hitam pekat memenuhi langit pagi yang kelabu. Angin utara bertiup dengan kecepatan 30 knot dari arah utara ke selatan. Buih-buih putih bergulung di ujung ombak yang sedang mengalun. 

Angin utara biasanya bertiup kencang pada bulan-bulan yang berakhiran "ber". Kapal Kepodang mengantarkan kami pagi itu menuju anjungan Oscar. Anjungan paling jauh di selatan sana. Ombak mengaduk-aduk kapal penumpang dan kami naik anjungan dengan susah payah. Aku bersama Nizar hari itu menemani Pak Samad mengecek anjungan Oscar yang mati tadi malam. Minyak-minyak tak mengalir. Mungkin mati karena tekanan fuel scrubber melebihi yang diijinkan. 

Pak Samad dengan sigap menarik tuas yang bertuliskan "Push to Shutdown", serta merta sumur-sumur minyak dan gas mengalir kembali  dengan garang. Suara-suara cairan hidrokarbon berdesingan melewati tubing produksi, melalui christmas tree, choke body, lalu wing valve kemudian berkumpul menjadi satu di sebuah manifold menyatukan aliran ke anjungan di kejauhan sana. 

Jam makan siang pun tiba. Boat Perkutut terguncang-guncang mengantarkan makan siang kami. Ombak masih menggila, di kejauhan sana tampaknya hujan sudah turun dengan lebatnya. Yang tampak hanya blur kelabu menutupi pemandangan laut. Setelah menyantap makan siang dari sebuah nasi kotak, angin berhembus makin kencang. Nampaknya badai akan menghampiri anjungan tempat kami mampir ini. 

Tak sampai semenit, hujan turun begitu lebatnya mengguyur anjungan berwarna kuning ini. Kami bersembunyi di balik sempitnya "dog house". Kami berempat duduk berhimpitan untuk mengurangi panas badan yang bisa membuat menggigil kedinginan. Nizar menunduk lesu mendekap lutut dan mulutnya komat-kamit. Pak Samad duduk di sebelahku dengan tenang. Tangan kanannya masih sibuk memainkan gunting kuku yang sedari tadi ia genggam. Aku bersedekap dan kakiku bersila, sambil bersandar di dinding dog house seluas 3x2 meter persegi. 

Hujan makin menjadi. Kapal Perkutut yang tadi mengantarkan makan siang kami, tampak berguncang-guncang di seberang sana. Talinya mengikat di salah satu kaki anjungan. Angin bertiup masih kencang. 

Selama 3 jam kami mendekam dalam ruangan yang dingin dan akhirnya hujan mereda, angin sedikit mengendur, namun ombak masih mengguncang dengan garang. Hari pun makin sore. Kami tak ingin kemalaman disini. Tak ingin pula bermalam di anjungan tanpa penerangan ini. Akhirnya kami memaksakan diri turun menuju boat. Tak ada pilihan, kemalaman atau pulang meskipun ombak tinggi menantang.

Perkutut membawa kami menuju Living Quarter. Badan kapal yang kecil mengocok perut kami berempat. Nizar sudah tak tahan, wajahnya pucat menahan mual. Tiba-tiba melompat ke kamar mandi. Muntah sepuas-puasnya. Nasi yang ia santap tadi siang keluar dengan sempurna. 

Satu jam kemudian, setelah melawan ombak dari arah utara. Kami tiba di Living Quarter. Kami melompat cepat ke atas landing boat. Pak Samad yang tahan ombak melihat seekor ikan melompat di landing boat Living Quarter. Ia ambil saja ikan gratis itu yang dihempaskan kencangnya ombak. 

Aku dan Nizar yang masih pucat pasi, langsung menuju kamar dan membuat teh hangat. Meskipun kami sudah di atas anjungan yang diam, tapi kepala kami masih pening, kini giliran badan kami yang terasa bergoyang. 

Tiba-tiba HP ku berbunyi. Sebuah pesan singkat dari kontak yang bernama "bapak".

"Jadi, sampai kapan kamu akan bekerja? Kasi bapak target waktu."

Aku menaruh HP ku tak peduli. 


#30DWCJilid6 #Day17
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar


Thursday, June 01, 2017

Nonton Konser

Kicau burung di atas pepohonan, daun-daun yang basah sehabis hujan. Dua insan yang sedang kasmaran. Riak lembut air di tepi Mahakam. Ranting bergoyang pohon ketapang. 

Setelah menyantap makan sore sekaligus makan malam kami berdua menuju stadion Segiri menunggangi roda dua. "Pegang erat pinggangku saat kita melaju di atas  dua roda, dendangkan lagu kesayangan," sambil bernyanyi kami tembus malam itu dan penonton sudah memadati konser di stadion yang megah dengan sound system berkapasitas raksasa. 

Tangan kiriku memegang erat tangannya. Berdesakkan diantara penonton yang memasuki stadion. Tampaknya tiket malam itu sold out. Penonton begitu membludak bagai air bah yang mendobrak pintu-pintu bendungan. Tangannya masih ku genggam erat. Denyut jantungnya terasa sekali, menjalar melalui erat genggamannya. Wajahnya yang anggun berkilauan disinari lampu panggung yang menerobos melalui sela-sela penonton. Ah kau membuat aku semakin mengagumimu. Jika boleh tentu aku mau jatuh cinta jutaan kali demi memiliki wajah teduh dengan mata indah itu.

Lagu "Masih" membuka konser. Donnie bernyanyi dengan penuh pesona. Seolah tahu apa yang ada di hatiku. Cabikan gitar Marshal, dentuman drum Rama, betotan bas Dika, dan melodius piano Khrisna memanjakan telinga kami yang kasmaran. Tanpa dikomando penonton ikut bernyanyi. Lagu ke lagu membuat kami makin melayang. Suara drum membahana membuat badan kami ikut bergoyang bersama lagu-lagu cinta Ada Band. 

Tak terasa lagu Manusia Bodoh pun berkumandang, sebagai penutup konser megah malam itu. Semoga aku tak seperti manusia bodoh dalam lagu tersebut pikirku. Akhirnya penonton bubar. Kami biarkan penonton lain berhamburan menuju gerbang. Aku dan Vita memilih mojok di ujung sana sembari menunggu sepi. 

"Kenapa sih kamu mau kerja di laut? Bukankah lebih enak kerja di darat. Kerja kantoran, pakai seragam." 

"Kerja di laut itu ibarat berpetualang. Seru pokoknya."

"Kalau berpetualang kan bisa ke daerah pedalaman Kalimantan. Di sana banyak wilayah yang belum terjamah."

"Loh kalo di laut kan berpetualang sambil kerja. Dibayar pula."

"Kamu mau sampai tua kerja di laut?"

Pertanyaan Vita membuat aku bungkam. Saat ini aku hanya mengikuti aliran sungai kehidupanku. Mengikuti kemana arah angin berhembus. Di saat yang sama kami t'lah keluar stadion utama. Ketika hendak menyalakan motor, aku sedikit terkejut kunci motor tak ada di sakuku. 

"Tadi kan kamu yang ngantongin," seru Vita panik.

"Iya aku ingat aku taruh di saku depan. Tapi kok nggak ada," belaku berusaha tenang. 

"Wah mungkin terjatuh di dalam stadion."

Kami lalu berusaha mencari di antara kegelapan stadion. Lampu-lampu konser sudah mulai dimatikan. Tinggal lampu stadion yang remang-remang. Tak jua kami temukan kunci motor itu. Akhirnya kami pasrah. Kami duduk kelelahan di tepi parkiran. Vita sandaran di bahuku. 

"De. Aku mau bilang sesuatu. Tapi kamu janji gak bakal marah ya," seru Vita setengah berbisik. 

Jantungku langsung berdegup kencang. Deg-degan seperti menunggu hasil ujian. 

"Mmhh iya boleh."

"Mmhhh tapi kamu janji jangan marah ya."

"Iya.. ayo cepetannn."

"Sebenarnya aku dari tadi mau bilang..."

"......"

"De. Sebenarnya... sebenarnya... aku... aku... laper. Kita makan dulu yuk."

30DWCJilid6 #Day16
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar