Wednesday, April 30, 2014

Reformasi Upacara Bali

"Acara-acara tradisional Bali ini harusnya dibuat lebih simpel dan praktis agar lebih hemat waktu, tenaga dan juga dana. #efekprtlibur5hari" Demikian kutulis di status FB ku. Ya karena PRT ku sedang melaspas dan meminta ijin libur 5 hari. Whattt? Sering kudengar di jalan juga di pom bensin keluh kesah para bapak dan juga ibu dengan padatnya kegiatan berbau adat di Bali. Suatu hari saat mengisi bensin di SPBU seorang bapak curhat sama petugas, "Aduh capek sekali abis ngayah, udah libur 3 hari, gak ada buat beli makan jadinya kalo gini. Uyak adat ini namanya." Pada kesempatan lain ibu dagang nasi be Landa di Pandak Bandung curhat karena hari itu dia harus libur karena harus mengantarkan jenasah tetangganya yg meninggal. Seminggu lalu iya sudah libur 3 hari karena tetangga yg lain mengadakan nikahan. Ada juga ibu-ibu, yg suaminya hanya buruh kasar, mengeluh tidak bisa ke pura karena tak bisa membeli eteh-eteh banten yg kian hari kian mahal. Mungkin masih banyak cerita keluh kesah lainnya yg intinya hampir sama, mengeluhkan betapa kegiatan adat budaya di Bali terlalu ribet dan menyita banyak waktu. Seorang teman berkomentar pada status FB saya di atas, "Kan justru kegiatan budaya itu yg menarik wisatawan ke Bali?" Apa iya kita berkegiatan adat jadi tidak jujur, hanya untuk jualan kepada bule? Bukankan kegiatan yadnya yg tidak iklas justru tidak ada gunanya. Teman yg lain berkomentar, saya disuruh jadi pelopor dengan harapan pasti banyak yg akan ikut. Tapi dengan kemampuan saya yg sekarang belumlah pantas dan cukup ilmu untuk jadi pendobrak. Kita lihat saja satu dua tahun ke depan. Apa yg bakal terjadi.

Liburan Panjang

30 Maret - 18 April Off kali ini cukup panjang karena aku reschedule dan ditambah 3 hari BO jadi total 21 hari alias 3 minggu. Kayak cuti. Off ini pula ada beberapa peristiwa penting: pertama adalah pernikahan adikku semata wayang, Kadek yang pada 4 April dijuwang dan mepragatan 16 April. Kedua adalah Nyepi pada 31 Maret. Aku pulang sehari sebelumnya naik pesawat Citilink direct dan menikmati new Sepinggan Airport untuk pertama kali. Tercengang melihatnya dengan desain yg wah. Nyepi ini pula adalah Nyepi terakhir bersama Kadek sebelum dia menikah dan "meninggalkan" keluarga Pandak untuk "bergabung" dengan keluarga baru di Jatiluwih. Yang ketiga adalah nyoblos untuk Pilcaleg pada 9 April. Setelah mejuang, Kadek dan Wayan kufotoin prewedding di sawah Nyitdah dan Pondok Nyoman. Sehari setelah Nyepi aku sempatkan hunting Omed-omedan di Sesetan Denpasar setelah berkunjung ke jero pagi harinya. Kemudian sore harinya motret Nana Citta di tanah kavling. Peristiwa penting lain adalah memeriksakan telinga Nana ke dokter THT di Kasih Ibu karena ia mengeluh budeg. Lalu mampir ke Denpasar Junction untuk makan siang di Solaria dan akhirnya ke Sakura DVD beliin Nana Citta film kesayangannya. Sehari sebelum Kadek dijuwang, kami persiapkan basa dan pada hari H pagi kami memasak di jumah bedauh dan sore hari kami bawa bedangin. Acara selesai sekitar jam 5 dan kami dalam 2 mobil mengantar Kadek ke Jatiluwih yg terletak di bongkol gunung, terpencil dan menantang. Sedikit down tapi kami harus rela. Esoknya Meman menangis dan merasa menyesal atas pilihan Kadek menikah jauh. Sorenya kami sepakat refreshing ke Pantai Batu Ngaus mengajak serta adik Dinda dan mbah juga ibunya. Happy to see them happy playing on the beach. Esoknya pada hari Minggu 6 April kami berempat ke Galeria. Tanggal 7 Nana Citta difoto-foto lagi di tanah kavling. Off ini pula mulai mempersiapkan pembangunan sanggah dengan survey pintu gebyog di seputar by pass Kediri. Suatu sore di malam minggu kami berempat makan malam di rumah makan ikan bakar di by pass Munggu. Dan akhirnya berbagai kegiatan tambahan pun melengkapi kesibukan off ini: gowess 2x, kundangan ke jero, beli saput di Tabanan, ke pasar pesiapan hingga ke kasih ibu lagi untuk control Nana hingga 3x. Akhirnya off ini ditutup dengan manis karena acara nikahan Kadek berjalan lancar. 6 mobil mengantarkan Kadek ke Jatiluwih dilengkapi dengan keluarga jero Bajera, jero Pengayehan, De Suta dan keluarga Pandak. Pulangnya kami lewat sawah indah Jatiluwih dengan foto bersama berlatar untaian sawah yg kini jadi cagar budaya UNESCO itu. Dan malam ini aku terdampar lagi di Balikpapan bersama Citilink direct. Tadi sore langsung ke Pasir Ridge untuk ngecek email diantar tukang ojek asli Banyuwangi. Esok aku kembali ON dengan waktu yg cukup panjang, 18 hari. Semoga diberi kemudahan dan kemurahan dalam setiap langkah. Astungkara.

Desain Rumah Orang Bali

Desain rumah tradisional Bali di kampung-kampung sedikit melupakan penempatan garasi di dalamnya. Mungkin karena jaman dulu belumlah ada mobil. Sehingga, ketika hari raya tiba, jalanan di kampung-kampung dipenuhi mobil yg parkir di depan rumah masing-masing. Bayangkan jika sebuah keluarga sudah beranak-pinak, cucu-cicit dan semuanya membawa mobil pulang kampung, jalanan akan menjadi areal parkir dadakan. Ini terjadi di kampung saya setiap 6 bulan sekali pada saat Galungan-Kuningan, plus hari-hari raya lainnya. Kebetulan 40% penduduk kampung kami adalah perantau sejati. Maklum, konon akhir-akhir ini keluarga menengah di Indonesia jumlahnya meningkat ditambah dengan semakin mudahnya memiliki mobil dengan berbagai fasilitas kredit, apalagi kini ada mobil murah, semakin banyaklah mobil beredar di Bali.

10 Tahun Saja

Selalu merasa berat setiap berangkat kerja meninggalkan orang-orang yg kusayangi. Pun sering terngiang dengan pertanyaan Bapak 10 tahun lalu, "Haruskah kamu berkelana sejauh itu mencari uang melebihi jarak ujung timur ke ujung barat Pulau Bali? Di rumah kamu tinggal melanjutkan yg sudah ada, tak perlu sesusah Bapak memulai dari nol dulu." Ketika itu aku hanya berjanji dalam hati, "10 tahun saja, Pak. Buat nyari pengalaman." Dan kini, sudah hampir sepuluh tahun aku belum juga menyiapkan apapun untuk memenuhi janji pada bathinku. Aku masih percaya, tidak ada kata terlambat utk memulai semua. Kampreeettt!!!