Monday, July 13, 2015

Perlawanan Masa Kecilku


Jam berapapun tidurnya bangunnya slalu jam 5 subuh. Kebiasaan itu sudah saya lakukan sejak kelas 2 SD. Mungkin karena dulu sejak SD saya sudah mulai membantu bapak di toko. Setiap pagi jam 5 saya membantu bapak membuka toko dan menggelar dagangan, kemudian jam 6 kembali pulang dan bersiap sekolah. Pulang sekolah pun semikian, sehabis berganti pakaian di rumah yg letaknya dekat pasar, langsung ke toko dan ikut bantu jualan bersama bapak ibu. Jam 4 atau jan 5 sore toko tutup. Sehari hari kehidupan saya memang di pasar.

Tak jua hari Minggu. Hari yg seharusnya libur buat anak2 dan bisa bermain sesuka hati kesana-kemari namun saya tetap membantu bapak di toko. Lebih2 hari Minggu adalah hari paling rame pembeli dibanding hari lainnya. Jadilah kehadiran saya tetap diharapkan utk sekedar membantu jualan. Jika anak2 lain bisa nonton si Unyil di pagi hari di TVRI, maka saya sibuk melayani pembeli yg cukup ramai di hari libur.

Hari yang paling saya suka ketika itu adalah ketika bapak pulang kampung dan hujan. Jika bapak dan ibu pulang kampung ke pandak gede utk sembahyang, maka toko tutup dan saya libur. Begitu juga hujan, toko biasanya tutup separuh dan pembeli agak sepi jadi saya bisa agak santai2.

Di masa SMP secara tidak sadar saya mulai menunjukkan "perlawanan". Ada perasaan ingin lari dari kewajiban jaga toko tersebut. Jadilah ketika SMP saya mengikuti banyak sekali kegiatan ekstrakurikuler setiap sore di sekolah, bahkan hari minggu pun saya ikuti. Mulai dari pencak silat, basket, sepak bola, pramuka, elektro hingga kegiatan sebagai pengurus OSIS. Semata2 untuk menghindari kegiatan membosankan dan bikin capek: jaga toko.

Masa SMA saya semakin "memberontak". Saya pokoknya ingin sekolah di kota. Semata2 untuk menghindari kewajiban membantu bapak jaga toko. Waktu itu sekolah di Tabanan dan "in the cost". Pulang ke kampung tiap sabtu sore dan balik ke kos minggu sore atau senin sepagi mungkin. Bahkan ketika hari libur sekolah pun saya berusaha mencari-cari kegiatan mengisi liburan dfn hanya satu alasan kuat: pokoknya tidak jaga warung. Jadilah saya suka mendaki, kemah dan jalan2 bersama teman2 ke daerah2 yg cukup jauh.

Puncaknya adalah ketika kuliah. Saya memilih kuliah lebih jauh lagi yakni ke Jogja. Namun disitulah sebenarnya perhatian bapak ke saya. Secara tidak langsung beliau sebenarnya mendidik saya bagaimana menjadi penjual yg baik atau menjadi seorang bisnisman. Di Jogja saya disuruh nyari barang2 yg bisa dijual bapak di kampung. Jadilah setiap minggu saya mengirim beberapa barang ke kampung untuk dijual di toko bapak. Untungnya bisa 2x lipat dari harga pokok ketika itu.

Akhirnya sekarang saya baru merasa menyesal kenapa dulu tidak mengikuti saja cara mendidik bapak. Bapak ingin membentuk anaknya menjadi wirausahawan. Namun saya yg ketika itu masih abg, jiwa masih ingin bebas dan tidak terkekang.

No comments: