Friday, June 25, 2010

Tak Terasa Enam Tahun Telah Terlewati

8 Juni 2004 ~ 8 Juni 2010 

Baru sebulan lalu rasanya kepala kita diplontos dengan sukses di jalan tanah depan wisma tempat kita menginap selama 3 bulan itu. Baru sebulan yg lalu rasanya kita makan bersama di wisma Widya Patra, jogging pagi bersama keliling kompleks Mentul, lalu sorenya menikmati belaian dinginnya kolam renang dan fitness centre yang serba kering. Baru sebulan rasanya kita melakukan game team work di lapangan rumput depan kelas tempat kita belajar. Masih ingatkah kalian baru saja rasanya jalan-jalan ke Sarangan. Masih ingatkah kalian saat akhir pekan kita berhamburan keluar Cepu untuk menikmati weekend yang ramai di Yogya, Surabaya dan kota-kota ramai sekitarnya. Masih ingatkah kalian dengan kumis Pak Thoifuri yang disko-disko saat ngomel-ngomel ke kita hahaha. Masih ingat dengan tampang naïf EDUN, Pak Edi Untoro yang menjadi koordinator kita di sana? 

Masih ingatkah ketika si Nelson mulai mendekati perempuan yang kelak menjadi istri tercintanya. Masih ingatkah si Deny, Nizar, Tigor, Hanif, Joko, Afif Simbut, dan lain-lainnya berjuang memperebutkan pegawai cantik bank Mandiri di perempatan Cepu itu. Harusnya kalian ingat saat kita ramai-ramai nonton film dewasa di wisma yang menjadi saksi bisu tingkat kemesuman kita. Tentu kalian masih ingat saat belum semua dari kita pegang handphone waktu itu. Juga handphone tercanggih saat itu masih menggunakan kamera eksternal untuk bisa memotret, jika hendak memotret kita pasangkan kameranya baru tekan tombolnya, kualitasnya juga masih VGA. Tentu kalian tidak lupa saat makan bersama di sate ayu, makan bersama merayakan ulang tahun di bakso kumis, menikmati sunset di belakang wisma, bermain gitar dan bernyanyi bersama di depan Widya Patra 11, bersepeda gunung keliling kota ataupun naik becak dengan imbalan super murah, hingga tiap malam konsultasi ke rumah-rumah dosen demi tugas akhir yang akan menentukan kehidupan hingga 6 tahun yang telah terlewati ini. 

Baru seminggu lalu rasanya mendarat pertama kali di bandara Sepinggan. Baru seminggu lalu rasanya kita training swing rope pertama kalinya di Lawe-lawe lalu mencoba ilmu kita di Sepinggan Platform. Masih tercium juga sisa-sisa bau bantal Blue Sky Hotel dengan segala skandal yang tercipta di dalamnya. Masih teringat gimana rasanya pertama kali naik angkot 7, 5 dan 3 untuk sekedar keliling kota Balikpapan yang segitu-segitu aja. Masih terasa nikmatnya naik pesawat Pelita Dash 7 dari Sepinggan ke Santan bolak-bolak setiap 2 minggu. Masih ingat pertama kali Sarah dan Indriani menjemput kami ke Santan dan mengantarkan ke giant field yang kini terkapar tak berdaya. Baru kemaren rasanya commuting Balikpapan Jogja untuk menyelesaikan studi yang tersisa sejengkal saja. Baru kemaren rasanya melihat si Yusuf, Afif, Binto di Attaka Field dan kini mereka t’lah hengkang untuk sesuatu yg lebih baik. Baru kemaren rasanya melihat Siti dan Lidya jadi operator field di Production Control room. Dan baru seminggu lalu rasanya harus merelakan beberapa teman kita, Joko, Sapto Baskoro, Andriansyah, Aramiko, Bakir, Agung, Rahmat dll, yang terpaksa tidak bisa terus bergabung karena berbagai sebab. 

Ya benar, 6 tahun tak terasa, benar-benar tak merasa saya sudah 6 tahun hidup dari uang Attaka. Berarti, sudah 3 tahun lebih saya bangun, mandi, sarapan, bekerja, lunch, tidur siang, kerja lagi, makan malam, mandi lalu tidur lagi di Attaka yang penuh karat ini. Sudah 2190 hari saya lewati bersama debur ombak selat Makassar. Sudah 72  bulan diselimuti deru angin dan desingan turbine compressor. Sudah 50 ribu jam lebih saya lewati berteman kepingan karat, hembusan minyak crude oil mentah dan dijilat tekanan gas alam dari balik sela-sela tubing STS. Sudah jutaan langkah kaki mengantarkan aku naik turun tangga dari platform ke platform, dari STS ke STS, dari pipa ke tubing, dari compressor hingga sigma valve, dari Unocal hingga Chevron Indonesia Company. 

Ya, kebersamaan kita sudah dipupuk sejak lebih dari 6 tahun yang lalu dan tidak akan buyar oleh kepingan karat, deburan ombak atau desingan angin selat Makassar sekalipun. Semoga kebersamaan ini akan menjadi penyejuk dan penguat untuk perjalanan kita selanjutnya yang masih panjang. Selamat atas terlewatinya masa 6 tahun ini, kawan.

Tuesday, April 27, 2010

Main Ping-pong Sama Pelican

Kemaren hari Senin 26 April, sore-sore sekitar jam 2, aku sudah siap berangkat menuju Bandara. Rencananya diantar istri, anak dan adikku naik mobil. Ketika semuanya telah siap dan hendak ganti celana, datang SMS dari bos "Pelican sudah ok, perjalanan kembali normal". Waduh kayak dipingpong aja sama Pelican nih. Salah siapa? Bingung antara berangkat saat itu juga atau mundur semalam. Meskipun cuman semalam. Tapi tampang anakku sore itu yang kelelahan karena susah tidur, mungkin tahu bapaknya akan berangkat, membuat aku memutuskan niatku untuk menunda keberangkatan. Meskipun pada akhirnya tiket sore itu 700 ribu rupiah hangus karena tiket promo class, no refund, no reschedule, no reroute. Tapi sms kedua dari bosku mengatakan bahwa jika ada kerugian biaya tiket akan diganti perusahaan. Asikkk. Akhirnya dengan tekad bulat aku mundur sehari, tepatnya semalam, berangkat ke Balikpapan.

Lalu, tadi pagi, jam 4.30 aku sudah bangun dan langsung disambut bangunnya si Rana yang lucu bin imut. Langsung aku print tiket Garuda, dan setelah sembahyang, jam 6.30 aku cabut naik Supra Fit dari rumah menuju RS Kasih Ibu tempat adikku kerja. Aku seperti jaelangkung, pergi tak diantar, pulang tak dijemput. Karena semalam adikku masuk malam dan aku pagi itu naik ojek taxi dari Kasih Ibu ke Bandara, ongkosnya 25.000 perak.

Si sopir ojek memilih jalan belakang menyusuri Tukad Badung, lalu tembus di Simpang Siur by pass Ngurah Ray. Sopir ojek lagi ngantuk atau memang nyopirnya oon, 3 kali aku diantarkan pada kejadian near miss. Pertama jalanan bolong dihajar sehingga membuat motor melontar ke atas dan membuat pinggangku meringis. Kedua, hampir nabrak anjing gila yang lalu lalang di pinggir kali. Ketiga, hampir saja nabrak paktua bersepeda yang tak mau minggir setelah diklakson 5 kali. Aku diam saja seribu bahasa, lagi malas bicara, bukan karena sariawan atau sakit tenggorokan, tapi malas saja.

Waktu boarding tertunda sekitar 30 menit. Ada apa gerangan. Setelah kami boarding, baru ketahuan kalau di pesawat membawa pasien sakit keras menuju Surabaya. Masih anak-anak, usianya sekitar 15 tahun, tapi ia tertidur pulas saja. Entah sakit apa dia aku tak berani bertanya, karena pada siapa harus kutanya. Dua orang paramedis dengan tegang mengamati dan menemaninya. Tiga orang anggota keluarga duduk lesu disamping semacam tandu (mungkin) anaknya yang sakit keras.

Setiba di Surabaya, runway basah. Aku mencari titipan obengku 3 ekor di lost n found Garuda, dapat. Lalu aku makan di warung nasi Padang, gilak 49.000 cuman untuk telor dadar 1/8 potong dan ikan 1/4 potong plus es jeruk. Tahu gini mending beli Soto Lamongan, lebih worthed.

Setiba di Sepinggan aku langsung pergi menuju Kebon Sayur untuk membeli lampit. Aku pilih 2 lembar yang ukuran panjang sama 2 meter dengan lebar 1.2 m dan 1.4 meter. Masing-masing harganya 80 ribu dan 150 ribu. Cukup murah dibanding di Bali dimana yang ukuran 1.4 m seharga 250 ribu tidak bisa ditawar. Lampit kutitipkan di Pak Surat dan ketika ngobrol eh ada Doddy dan Agustino yang ternyata sudah menginap di semalam sebelumnya karena diping-pong juga sama Pelican, parah!

Dan kini, ada sisa waktu 1 jam aku ke Warnet di sebelah Happy Puppy sambil nunggu jam setengah 5 ke Pilot Jety. Aku masih kangen sama si kecil Nadindra yang tadi pagi kutinggal masih kecapekan karena hari kemaren tidurnya tidak cukup, karena ku ajak nganter kadek ke Denpasar sekalian mampir ke Cellular World lihat-lihat harga HP, Nokia X6 seharga 3.8jt dan Nokia N900 5.9jt. Dua produk ini adalah produk gagal. Gagal saya miliki.

Tuesday, March 30, 2010

Bayar Pajak di Tahun 2010

Hari Rabu tgl 24 March 2010, pagi-pagi jam 7.30, mumpung adikku masuk malam hari itu, aku berangkat naik motor ke kantor pajak Tabanan. Petugas belum pada datang, hanya segerombol petugas keamanan saja yang berkeliaran tak karuan. Aku ambil antrian nomor 14 dan iseng menanyakan kelengkapan data saya ke petugas penjaga antrian, ternyata form 1721-A1 saya yg dari perusahaan masih kurang. Yang saya bawa hanya 1771-S, 3 lembar. Wah, gmn dong, saya ke Balikpapan tanggal 30, sedangkan paling telat mengumpulkan SPT Tahunan 31 Maret ini. Akhirnya saya mencoba menghubungi teman saya Surnaga untuk mengirim form 1721 miliknya. Tapi beda jauh, karena gaji kita memang beda. Pusing ngubah-ngubahnya. Akhirnya saya punya akal, saya minta langsung saja sama orang yang mengirimkan form tersebut lewat email beberapa hari lalu. Tapi bingung, emailnya tanya siapa? Akhirnya coba telpon Emran yang lagi jaga FS dan Deddy yg lagi jaga Lima. Ketemu address book-nya tapi ndak tahu menghubungi dari luar caranya gimana. Ribet banget.

Syukurnya Tuhan masih berpihak pada saya, Emran mengirimkan SMS ngasi tahu no telpon Pak Eriyus, bisa dihubungi di nomor 0761942831. Duh senangnya, bisa nyambung ke Rumbai dan suaranya jernih sekali. Lalu saya meminta beliau mengirimkan form tersebut lewat email pribadi. Akhirnya saya ke warnet terdekat, namun beberapa lama saya tunggu tak muncul juga tuh email. Sepakat dengan hati saya, saya pulang aja daripada nunggu kelamaan.

Sampai di rumah Pandak juga belum muncul tuh email yg berisi formulir. Tambah bingung, karena kalo telat ngumpulin SPT Tahunan kena denda 100 ribu. Nggak masalah sih nilainya, tapi kenapa saya sebodoh ini. Sore-sore tanpa disangka dan diduga, email masuk, ting, berisi form persis seperti yang saya butuhkan. Langsung saya print dan simpan rapat-rapat bersama form 1771-S. Iseng periksa kantong celana, kali aja ada duit nyelip, ternyata nomor antrian 14 yang saya ambil tadi kebawa pulang. Yawdah saya simpan buat besok.

Keesokan hari, pagi-pagi juga, jam 7.30 juga, saya tancap motor ke kantor pajak berbekal nomor antrian 14 kemaren. Berharap bisa dapat nomor antrian lebih kecil lagi. Tapi ketika sampai di ruangan aula, tampak sudah duduk rapi kumpulan orang-orang yang hampir semuanya berwajah setengah buaya eh baya, dan saya dapat antrian nomor 34. Akal-akalan saya muncul, saya pakai saja antrian nomor 14 ini, beres dah.
Para pengantri duduk di sofa mewah meriah berderet memenuhi aula yang dingin oleh AC portable itu. Di depan tampak 6 deret meja plus kursi yang masing kosong. Jiahhh jam 8 petugasnya belum datang, tapi antrian sudah 34. Apa kata dunia.

Ternyata jam 8 lewat 10 menit, satu persatu petugas datang tergopoh-gopoh, tapi dengan tampang tidak berdosa sama sekali. Paradigma lama masih bercokol, masyarakat memerlukan petugas, bukan petugas melayani masyarakat. Dua orang petugas peng-entry SPT dengan laptop di depannya, 2 orang petugas pemeriksa SPT sebelum di-entry dan 2 orang petugas bagian informasi. Jumlah petugas yang saya kira masih kurang banyak. Wong setelah setengah jam ngatri saja, antrian sudah 45 saat itu. Makin siang pasti makin ramai.

Sistem pemanggilan antrian juga masih manual pakai mulut, seharusnya sudah pakai mesin pemanggil yang bisa berteriak lebih keras daripada teriakan petugas pagi itu yang seperti kurang makan.

Ketika nomor antrian 13 berlalu, saya siapkan semua formulir dan ketika nomor antrian 14 dipanggil saya maju ke kursi pemeriksaan SPT. Lalu saya serahkan nomor antrian saya, eh di samping saya kok datang juga seorang antah berantah bawa nomor antrian yang sama. Petugasnya ketawa lalu berkata, "kok ada dua nomor 14?", yang lain ketawa. Tapi nomor antrian saya asli, nomor mas antah berantah itu tulis tangan pakai spidol warna hitam yg sudah mau habis tintanya. Hehehe. Saya diam saja seribu bahasa.

Lalu saya menyerahkan apa yang musti diserahkan dan si petugas memeriksa dengan seksama. Ada yang salah di nomor NPWP saya, sebelumnya nomor wilayahnya 901 untuk Denpasar, lalu dibenarkan menjadi 908 untuk wilayah Tabanan. Setelah diperiksa, saya bergeser duduk ke kursi sebelah ke petugas peng-entry SPT. Lalu saya dikasi tanda terima. Iseng saya lihat laptop yang dihadapi si petugas perempuan berjilbab itu, karena dari tadi saya lihat kok asyik banget, tidak menyapa saya sama sekali. Begitu melongok ke layar laptop, eh saya melihat pemandangan yang tidak bisa saya percaya begitu saja, saya mencoba usap-usap mata, dan sedikit mencubit tangan saya dengan ibu jari dan telunjuk, sakit! Saya nggak mimpi. Benar kok, si petugas itu bukannya membuka aplikasi peng-entry pajak, tapi ia asyik dengan halaman warna hitam Mafia Wars. Gubrakkk....! Kaget setengah mati saya dibuatnya. Tapi whateverlah, saya ndak peduli, yg penting saya sudah dapat tanda terima, artinya saya sudah dianggap lunas bayar pajak tahun 2009, meskipun pada kenyataannya pajak sudah dipotong tiap gajian bulanan.

Lalu saya keluar lalu turun tangga dan masuk ke kantor pajak sekalian saja mengganti nomor NPWP saya yang sudah tidak valid lagi nomornya. Menunggu hanya 5 menit sudah jadi, kartunya seperti ATM saja ada sticker magnetiknya, teknologi usang yang masih saja dipakai. Di depannya tertulis nama saya dengan NPWP 08.396.343.9-908.000.

Lengkap sudah tugas hari itu. Saya lalu pulang dengan hati riang juga senang. Orang bijak taat pajak, tapi pajak kami jangan dibajak dong...!!

Thursday, March 11, 2010

SIP 9 Maret 2010 di Santan

Ketika aku ON duty 2 Maret 2010, lalu melihat email keesokan harinya, ternyata aku termasuk dalam peserta test SIP tahun ini. Begitu mendadak, ada apakah gerangan? Aku tak tahu, aku ikuti saja dan konon ini adalah syarat untuk kenaikan salary grade tahun depan. Aku mencari bahan sana-sini lalu belajar setiap hari, setiap ada waktu, sekenanya saja. Karena hanya seminggu waktu tersisa.

Lalu, pagi-pagi di hari Selasa tanggal 9 Maret jam 6 pagi kami tiba di Santan dari Attaka. Ombak yang membuat kapal hampir terjungkal mengantarkan kami pada suara kicau burung yang menyambut di Santan terminal. Suara deru kapal mengantarkan kami untuk meninggalkan sejenak dentuman suara mesin turbin.

Ah, leganya rasanya menginjak daratan. Sinar matahari menembus pepohonan, disambut kicauan burung, hembusan angin lembut menerpa wajahku yang mengingatkan aku pada ibu. Jam 8 tepat kami berkumpul di bekas Mess Hall dan menerima briefing untuk ujian tulis dan ujian wawancara nanti. Akhirnya jam 9 ujian tulis baru mulai untuk 2 jam ke depan. Di depanku Arif, samping kiriku Pak Prayit, di belakangku Teguh. Kolaborasii yang mempesona, namun kacau balau.

Tes wawancara dilanjutkan sehabis makan dan istirahat siang. Test untuk group ku hanya 3 orang yang dilakukan di Process Area. Disana ketemu Hanif, teman 1 angkatan dan teman satu kamarku di Cepu. Tes wawancara hanya berlangsung tak lebih dari 1 jam dan kami kembali ke Mess Hall sore itu pula. Group yang lain masih melanjutkan test wawancara. Lalu setelah selesai semua, kami berangkat kembali ke Attaka dengan Express 8. Yang off, langsung pulang bersama Pak Kristopher yang membawa mobil pribadi ke Balikpapan. Malam itu di kapal bersenda gurau dan tertawa riuh. Ketika kapal sudah lepas dari kanal, kapal disambut ombak dan terombang-ambing membuat isi perut mau keluar. Keringat dingin membasahi kening dan waktu 1.5 jam terasa 1.5 tahun. Tapi sekitar jam 9 kami tiba dengan selamat di Attaka. Semoga test SIP kali ini membawa dan memberikan yang terbaik untukku dan kami semua.

30 Tahun yang T'lah Berlalu

Senin Pon Ugu, 3 Maret 1980, lahirlah seorang anak laki-laki dari pasangan Made Suteja dan GAP Sutiasih di Bajera, desa yang indah dan kelak jadi kenangan. Anak laki-laki itu adalah aku dan kehidupan miskin kedua orang tuaku menyisakan banyak cerita pahit semasa aku masih bayi hingga anak-anak. Aku dilahirkan dan dibesarkan di tengah pasar, di tengah keramaian pasar Bajera, hiruk pikuk orang-orang yang tawar-menawar.

Lalu tumbuhlah aku menjadi anak yang baik dan penurut, sekaligus keras kepala dan tidak suka dinasehati. Ketika TK, SD hingga SMP segudang prestasi aku gapai, namun ketika SMA aku terpuruk di titik paling rendah kehidupanku. Semasa TK aku pernah mengikuti lomba baca sajak dan menjadi juara 1 se-Kabupaten Tabanan. Lalu ketika SD aku selalu menjadi bintang kelas dan pernah juga menjadi siswa teladan mewakili Kecamatan, namun aku gagal di Kabupaten. Sempat pula ikut cerdas-cermat mewakili Selemadeg di TVRI Denpasar, waktu itu acara cerdas-cermat satu-satunya yg ada di tivi. Ketika SMP juga sama, selalu jadi bintang kelas dan menjadi juara umum kalo tidak 1 ya 2. Pernah pula mewakili sekolah cerdas cermat tingkat SMP di TVRI. Juga menjadi siswa teladan se Kabupaten Tabanan dan gugur juga di Tabanan.

Semasa SMA aku lebih doyan berorganisasi dan berkumpul bersama teman-teman. Pelajaran sangat terabaikan bahkan nilai NEM ku tidak lebih dari 6, parah! Kehidupan bermain musik dan band digeluti sampai melupakan sekolah dan belajar, syukurnya tidak sampai masuk lembah hitam narkoba maupun miras.

Semasa kuliah, aku melanjutkan nge-band dan memperbaiki diri dengan rajin kuliah. Syukurnya menjadi lulusan dengan IP nomor 2 terbesar di angkatanku, Elins 99. Kini semasa bekerja aku memiliki hobby fotografi yang hingga usiaku 30 tahun ini masih kugeluti dengan pasti.

30 tahun bukan masa yang sebentar, namun rasanya baru kemaren aku duduk-duduk di rumah gubuk di kampung kelahiranku yang kini rumah itu sudah menjadi milik orang lain. Rasanya baru kemaren sore aku berantem dengan teman SD ku di sawah dekat rumahku. Rasanya baru seminggu lalu aku kenalan dengan seorang gadis cantik teman sekolahku waktu SMP. Rasanya baru kemaren masa-masa puber kedua masa SMA kunikmati yang tidak dilanjutkan dengan pacaran. Dan baru kemaren rasanya aku commuting ke Jogja selama 2 minggu kuliah. Rasanya baru kemaren aku bersama ibu dan bapakku, yang mewujudkan kasih sayang dengan kerja keras mereka. Kini mereka tlah tiada, mereka tidak berada di sampingku ketika aku tlah melewatkan 30 tahun ini.

Dan tanpa aku sangka, tengah malam, ucapan selamat ultah datang dari istriku tercinta yang sedang menjaga anak di rumah, karena ulang tahunku tepat sehari setelah aku berangkat ke Balikpapan tanggal 2 Maret kemaren. Lalu lewat SMS adikku dan adik angkatku memberikan selamat. Disusul oleh ucapan selamat dan doa dari teman-teman di facebook. Yang terakhir ini begitu tidak disangka, ternyata mereka masih memberikan perhatian pada ku, meskipun hanya sekedar menulis di Wall, namun begitu banyak teman yang memberikan selamat. Sungguh aku terharu, aku yang termasuk paling malas mengucapkan selamat ultah kepada teman-teman, tapi mereka membalasnya tanpa pamrih.

Di usia yang sudah semakin lanjut ini, aku ingin mencintai keluargaku dengan sepenuh hati. Semoga aku bisa menjadi bapak dan suami yang berguna bagi keluarga. Astungkara.