Saturday, November 22, 2008

Attaka Dikepung Badai

Attaka Dikepung Badai

Pagi ini, udara cukup terang di atas langit Attaka, namun di ujung sana, hujan sudah turun dengan lebat. Di sisi utara, timur laut, timur, selatan, dan barat sudah tak tampak lagi. Yang tampak hanya awal tebal yang mengucurkan hujan ke lautan. Di ujung selatan tampak samar-samar saja kapal-kapal tanker penyerap batubara dan minyak bumi kita, tergoncang-goncang dihempas angin dan gelombang. Di ujung timur dan utara hanya tampak gumpalan awan kelabu, tak tampak lagi kokohnya platform mencengkeram lautan.

Hari ini adalah hari terakhir aku di laut yang kalut ini. Hari ini akan datang beberapa orang asing, mengadakan audit operation excellent, memastikan apa yang kita lakukan sesuai dengan 'kitab suci' perusahaan yang 'safety first' ini. Namun melihat cuaca yang begitu tak bersahabat, kecepatan angin melebihi 30 knot, mustahil jika para auditor yang naik chopper akan berani datang dan landing di helipad Attaka Raya ini. Nampaknya doa orang-orang hebat di platform ini terkabul tanpa syarat.

Hari ini pula hari terakhir aku tak melihat kamu, hari esok aku akan berjumpa dengannya, belahan jiwa dan juga pujaan hatiku. Ia yang selalu menceritakan dan mendengar ceritaku, ia yang selalu mengipasi dikala aku panas dan menyelimuti dikala aku menggigil dihempas angin kencang. Ia yang selalu menghangatkan jiwaku dengan senyumnya yang penuh makna. Ia yang selalu mencurahkan segenap isi hatinya agar aku selalu tahu bahwa ia akan tetap menyayangi diriku.

Hari ini pula hari terakhir ku berteman karat, berselimut suara turbine compressor yang membuat telinga pekak. Cuaca yang kembang kempis, kadang hujan kadang matahari bersinar terik akan segera kulewati dengan pesawat-pesawat besar berkecepatan hampir menyamai suara. Aku akan berlabuh pada hati yang telah menunggu di ujung bandara. Aku akan menoreh cerita cinta lagi dalam prasasti yang akan menjadi kenangan seumur hidup kami. Aku akan berlalu bersama semua mimpi yang belum sempat semua ku nyatakan di negeri air ini.

Pagi ini, aku sedang menunggu saat-saat malam nanti, ketika kapal-kapal besar menjemput kami lalu mengantarkan kami bersama mimpi hingga tiba esok pagi, di kota minyak. Sehari ini aku akan semakin rindu dan menanti saat esok hari, saat yang paling kunantikan dalam 2 minggu di belakang. Pagi ini aku sedang menanti datangnya orang-orang berkemampuan tinggi mengaudit kami.

No comments: