Thursday, October 13, 2016

Tri Hita Karana

Tadi melihat kotak bertuliskan "Dana punia tri hita karana". Entah apa ini maksudnya. Belum pernah mendengar dana punia jenis ini. Yang saya tahu tri hita karana itu adalah 3 kearifan lokal Bali yang terdiri dari Kahyangan, Palemahan dan Pawongan. Tri Hita Karana adalah menjaga hubungan yang baik dengan Hyang Widhi, dengan alam dan dengan sesama manusia.

Orang Bali sangat memegang teguh filosofi ini. Namun apakah semua orang Bali mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari2, tidak hanya sekedar wacana, tak hanya sebatas filosofi. Sering dibanggakan di koran2 atau dipuji2 diberbagai seminar.

Kahyangan atau hubungan yang baik dengan Hyang Widhi. Wujud nyatanya adalah sembahyang. Sudahkah orang Bali rajin sembahyang. Di Bali banyak ada rahinan yakni hari baik yg digunakan orang Bali untuk mendekatkan diri denganNya. Banyak orang Bali yg rajin, namun banyak pula yang biasa saja. Banyak yg ke pura setiap purnama tilem. Biasanya yg rajin adalah para wanita, para lelaki mengantarkan hingga depan pura saja. Kemudian sang lelaki memilih menunggu sambil ngopi di warung kopi dekat pura. Mendekatkan diri denganNya cukup dengan nunas tirta. Odalan pura yang datang setiap 6 bulan sekalipun belum tentu hadir. Sembahyang tri sandya setiap hari pun sangat jarang dilakoni. Jarang ini lebih ke tidak pernah. Lantas dimana letak religius orang Bali? Dimana letak pengamalan filosofi Kahyangan yg merupakan bagian pertama Tri Hita Karana.

Palemahan atau hubungan yang baik dengan alam. Sudahkah orang bali menyayangi alam? Di bali ada hari tumpek bubuh dan orang bali biasanya menyebutnya dengan hari tumbuhan. Di hari ini dilakukan upacara untuk tumbuhan, agar tumbuhan tumbuh subur untuk memberikan hasil bumi yg kelak akan digunakan pada hari Galungan sebulan kemudian. Namun benarkah orang bali sayang akan alam. Benarkah orang bali merawat tumbuhan pada tumpek bubuh? Jaman sekarang hal ini agak diragukan. Karena, jangankan merawat, tumbuhan saja tidak punya karena rumah hanya seluas 1 are penuh diisi bangunan. Tak ada tempat untuk merawat tanaman. Apakah pernah orang bali melakukan penanaman pohon massal, mereboisasi hutan yg gundul. Menyayangi alam? Sepertinya salah. Sekarang semua manusia berlomba-lomba menyulap sawah jadi ruko, menyulap pesisir pantai jadi vila hingga bungalow. Alam pun murka, banjir mulai melanda sudut-sudut bali.

Pawongan adalah menjaga hubungan yg baik dengan sesama manusia. Manusia bali sangat sosial. Mereka sangat senang membantu sahabat, tetangga dan kerabatnya. Mereka sangat senang dicap rajin, dikenal suka membantu di banjar, meskipun kadang di rumah pekerjaan masih terbengkalai. Mereka sangat mementingkan reputasi baik di banjar meskipun rela warung nasinya tutup selama 3 hari demi ngopin tetangga yg sedang bersuka cita, menikahkan anaknya. Manusia bali sangat menjaga hubungan baik itu. Namun manusia bali kadang lupa, untuk sekedar menyisihkan sedikit penghasilannya, untuk disumbangkan ke panti asuhan, ke tetangga yg tak mampu membeli sekilo beras atau ke kaum miskin yg hidupnya di kandang sapi. Manusia bali berlomba menyumbangkan sebagian kekayaan untuk membangun pura, bale banjar hingga bale kulkul desa, namun kadang lupa menyisihkan receh berbagi dengan semeton bali yg hidup terlunta, janda miskin yg ditinggal mati suaminya atau anak 8 tahun yg putus sekolah karena orang tuanya pergi entah kemana.

No comments: