Hendak go show malam itu tapi flight dari SBY ke DPS fully book. Akhirnya aku menginap di penginapan murah meriah dekat bandara. Saking murahnya kopi tak tersedia di kamar. Malam itu aku nongkrong di warung kopi full wifi sebelah penginapan murah meriah, di bilangan jalan by pass Juanda. Bergabung dengan belasan anak-anak usia belasan yg duduk rapi tanpa suara. Secangkir minuman menemani setiap anak muda. Kepalanya menunduk tanpa mau memalingkan sedetikpun pandangan dari smartphone yg mungkin masih dibelikan orang tuanya, bisa jadi masih ngutang. Seolah tak mau kehilangan sedikitpun waktu dgn kuota wifi gratis di warung kopi remang itu. Ketika temannya datang pun ia hanya diam, hanya menoleh sepersekian detik, lalu kembali terbenam dalam dunia nun jauh di sana. Dua atau 3 orang pemuda berdatangan setiap 10 menit, duduk dan langsung mengeluarkan smartphone dan battery banknya. Si mas penjual kopi tanpa bertanya langsung mengantarkan secangkir es kopi ukuran jumbo. Sepertinya banyak yg sudah langganan. Dengan passionnya, si mas penjual kopi sudah hapal selera setiap customernya. HP sengaja kutinggal karena sedang dicharge di kamar. Aku pesan cappucino hangat. Meja-meja sederhana bertutupkan bekas spanduk sebuah operator telepon, dgn bekas-bekas tetesan kopi masih menempel lengket, mungkin mas dagang kopi lupa membersihkan. Dinding kekuningan mengelupas menjadi saksi bisu, bisunya anak2 mudah usia belasan itu. Kursi-kursi kayu yg sudah mulai miring, atap asbes yg memang dibuat miring. Di sudut sana, di dinding setinggi 2 meter menempel TV dgn sound system menggelegar. Lagu-lagu dangdut khas pantura menjadi original soundtrack "ritual ngopi" malam itu. (Juanda 23 Feb 2017). |
Thursday, February 23, 2017
Warung Kopi Wifi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment