Jika kita pergi ke suatu pusat pelayanan publik mulai dari Bandara, restoran, supermarket dan lain sebagainya kita pasti akan melihat perbedaan pelayanan antara tamu lokal dan tamu dari luar negeri. Tamu lokal akan diberlakukan ala kadarnya mulai dari mereka datang, disapa dengan senyum seadanya, lalu tanpa dipersilahkan sama sekali, cara mereka ditanyapun sekenanya bahkan sering dengan muka masam tanpa senyum.
Berbeza jika tamunya adalah bule atau paling tidak berwajah bule. Pelayanan super ramah pasti mereka berikan tanpa pamrih. Mulai dari ketika mereka datang, si pelayan pasang senyum 24 karat. Lalu dipersilahkan duduk dengan aksi sampai bungkuk-bungkuk. Lalu ketika bertanya dipenuhi dengan senyum sumringah. Jelas bertolak belakang dengan apa yang kita, sebagai tamu lokal, dapatkan.
Seharusnya pelayanan untuk umum seperti itu tidak membeda-bedakan suku, agama, ras dan juga status sosial. Karena status sosial, yang ditunjukkan dari penampilan, sering juga jadi pembeda dalam pelayanan. Sebut saja jika seorang yang masuk ke suatu restoran berpakaian rapi, muka bersih cling dan bahkan berdasi, mereka cenderung dilayani dengan wah. Padahal belum tentu status sosial mereka juga wah seperti penampilan mereka. Bisa aja mereka hanya sopir atau sejenisnya. Bertolak belakang jika yang hadir bercelana lusuh, kaos oblong, tas ransel dan rambut tak disisir. Orang dengan penampilan seperti ini sering diacuhkan, disepelekan. Padahal bisa aja si orang ini bosnya si rapi dan berdasi tadi, bisa aja kan?
Ya begitulah pelayanan ala Indonesia yang suka membedakan. Kata teman saya di luar negeri, hal seperti itu tidak ada. Pelayanan semua sama untuk setiap golongan, penampilan dan warna kulit. Meskipun di beberapa negara masih ada juga yang mendewakan ras (warna kulit).
Friday, December 26, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment