Selasa 8 April kemaren aku kembali hampir ketinggalan pesawat. Pasalnya aku salah memilih
tempat menunggu. Aku menunggu di pintu kedatangan domestik yang suara speaker panggilannya tak terdengar. Aku menunggu di sana bersama 'dia'. Lima belas menit sebelum pesawat take off aku masih bersenda gurau disana lalu terdengar suara telfon, telfon dari petugas keberangktan pesawat. Ia menyatakan bahwa pesawat sudah mau berangkat dan hanya aku penumpang yang belum naik pesawat. Sepertinya sejak tadi namaku sudah dipanggil-panggil beberapa kali melalui pengeras suara.
Aku berlari menuju pintu masuk lalu memasukkan barang ke x-ray. Telfon datang lagi dari
petugas yang sama. Aku bilang segera datang. Selepas x-ray pertama, ada petugas yang
mengisyaratkan untuk segera, berlari menuju pesawat. Melalui radio genggamnya ia mengatakan objek sudah located, memakai baju dan celana hitam, tas ransel juga hitam. Semua orang seperti memandang atau bahkan ada juga mungkin yang menertawakan. Aku melewati eskalator lagi-lagi ada petugas membawa radio HT mengisyaratkan untuk lebih cepat berlari. Petugas di x-ray kedua memandang sambil tersenyum lalu bertanya, "Dari mana saja, Mas?". Aku menjawab dengan senyumku yang garing sembari terus berlari dengan kecepatan semampuku. Tas ranselku terguncang-guncang. Kaki serasa berat dan sweater merah kutenteng di tangan kiri. Aku tak peduli semua orang melihatku, semua orang menatapku. Lalu petugas boarding pesawat merobek boarding pass-ku dan menunjuk ke arah pesawat yang harus kunaiki.
Tetap dalam posisi berlari, aku tergesa menuju tangga-tangga naik ke pintu pesawat. Aku
hanya ditatap penuh senyum oleh pramugari yang cantik dan berdandan seksi. Aku masuk, semua penumpang memang sudah duduk rapi dan tertib. Tak ada suara sedikitpun ketika aku memasukkan tas ke dalam kabin dan duduk di deretan kursi kosong terdekat dari depan. Orang-orang pada menatap curiga, ada yang tersenyum ada yang melirik sinis. Aku tak peduli. Aku hanya sibuk dengan irama nafasku yang tersengal. Aroma dingin dari AC pesawat aku hirup dalam-dalam.
Namun dadaku masih terasa sesak, bagai ditindih pesawat belasan ton. Nafasku masih memburu, aku berusaha tarik nafas dalam-dalam namun masih saja terasa kurang.
Sesaat setelah aku masuk, pintu pesawat langsung ditutup dan pramugari memulai demo
keselamatannya. Aku tersandar dan terduduk lemas sambil menyeka keringat halus di pelipis
kiriku, terhembus angin-angin sepoi dari bulatan-bulatan AC di atas kabin.
Cerita soal telat, dulu juga aku pernah ketinggalan pesawat saat itu kami bertiga menunggu
Lion di Surabaya menuju Balikpapan. Kami menunggu di gate 6 sedangkan pintu masuk seharusnya
di gate 1. Suara panggilan memang tak kami dengar. Saat itu kami asik ngobrol dan tak taunya
ketika kami hampiri ke gate 1, pesawat sudah lepas landas. Jadilah kami dipaksa menambah 50%
untuk berangkat keesokan harinya jam 6.30. Malam itu si Tom kembali ke Mojokerto. Sedangkan
aku dan Mugi nginep di rumah pamannya berjarak 45 menit dari Juanda. Esoknya, subuh-subuh
kami diantarkan ke Bandara oleh pamannya. Cape deh.
Monday, May 12, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment