Saturday, September 27, 2008

Calo Tiket Bandara

Di setiap Bandara di sebagian kota besar di Indonesia yang sudah pernah saya kunjungi, pasti ada calo tiket, yang 'bertugas' menjadi tenaga pemasar ilegal setiap maskapai penerbangan. Calo juga merusak harga tiket pesawat. Calo juga yang bikin kursi pesawat penuh, padahal sebenarnya masih ada yang kosong. Namun dengan adanya calo, kadang ada aja kursi kosong, meskipun dengan harga yang dimark up. Rata-rata penumpang yang memang perlu pasti mau saja, daripada tak jadi berangkat pikirnya.

Bandara Juanda Surabaya, Soetta Jakarta dan Sepinggan Balikpapan calonya kentara banget. Bahkan sebelum kita sampai di loket sebuah maskapai, kita disamperin duluan oleh calo-calo yang siap mengelabuhi mangsanya. Di ketiga bandara ini, para calo tak malu-malu menunjukkan dirinya. Biasanya penampilan mereka rapi dengan kemeja yang dimasukkan ke dalam celananya yang disetrika tajam. Ditambah sebuah tas kecil dikempit di ketiaknya, melengkapi penampilan yang sungguh meyakinkan. Kumis yang dicukur rapi dan kaca mata bening bersih, siapa sangka ia adalah seorang calo yang menjual tiket dengan harga jauh lebih mahal.

Suatu pagi di Bandara Sepinggan ketika saya mengambil tiket di counter Lion Air, datang seorang ibu muda dengan logat khas Jawa Timur menanyakan apakah penerbangan ke Surabaya masih ada kosong apa tidak. Si penjaga loket menjawab tanpa melihat si calon penumpang, "Sudah penuh, Mbak." Si mbak-mbak itu hanya manggut-manggut pertanda mendengar sambil bergumam kecil namun tak kudengar. Tak disangka tak diduga di sampingnya sudah berdiri seorang bapak yang yang berpenampilan rapi, kemeja yang dimasukkan dan tas kempit, kumisnya menari-nari saat ia berujar ke mbak-mbak tadi,

"Mau kemana mbak?"
"Ke Surabaya"
"Mana KTP-nya"
Si mbak-mbak hanya terdiam, bingung antara memberi KTP atau lari. Si bapak yang rapi bicara lagi,

"Ayo, mana KTP-nya. KTP-nya dulu nanti baru tiketnya. Duitnya nanti aja kalau sudah ada tiket."

Si mbak-mbak tadi seperti terhipnotis, mengeluarkan dompet begitu saja lalu menyerahkan KTP ke bapak rapi itu.

"Mbak tunggu di sini saja. Nanti saya kembali"

Lalu si bapak yang rapi pergi sambil nyengir kuda ke teman di sebelahnya. Sepertinya pertanda ia bakal dapat mangsa, kawan. Si mbak-mbak hanya tersenyum kecut menunggu dalam suasana hati yang tak pasti, KTP dibawa orang tak dikenal. Memang benar-benar tak dikenal, namanya saja tak dikenalkan tadi.

Masih banyak cerita-cerita konyol seputar calo, tapi tak layak diceritakan disini. Disamping melanggar kode etik percaloan juga bisa memburukkan citra calo yang sudah eksis di dunia bandara. ;)

Kalau di Ngurah Rai Bali dan Adi Soecipto Jogja lain lagi tingkah polah calo bandara. Di Bali calonya masih malu-malu. Mereka biasanya duduk-duduk menunggu korbannya di kursi tunggu check in. Namun penampilan mereka tak seperti calo-calo di tiga kota di atas. Terkesan lebih oportunis dan seperti iseng-iseng. Mereka tak agresif, mereka hanya menawari penumpang yang mendekat di tempat duduknya. Kalau dapat syukur, kalau tidak ya tak jadi masalah. Mungkin bagi mereka pekerjaan calo adalah sambilan. Kalau di Jogja lebih malu-malu lagi calonya. Saya malah tak melihat satu pun orang yang bisa disebut mempunyai tanda-tanda calo. Tak ada yang sok baik nawarin tiket ketika saya luntang-lantung di ruang tunggu di luar bandara. Waktu itu saya simpulkan di Jogja tak ada calo, namun kata seorang teman yang piawai dalam dunia travel, di Jogja juga ada, bahkan banyak. Namun ya itu tadi, masih malu-malu.

No comments: