Semakin hari semakin banyak saja kendaraan yang ada di bumi Indonesia ini. Otomatis kebutuhan akan tukang parkir juga jadi meningkat. Tujuan utama tukang parkir adalah mengawasi dan menjaga mobil atau motor yang diparkir di areal tertentu, membantu setiap pengguna kendaraan ketika hendak memarkir kendaraannya atau keluar dari areal parkir. Namun fungsi utama itu kini seolah bergeser khususnya untuk parkir-parkir di Jogja dan sekitarnya, atau sejumlah kota besar lainnya. Bahkan, kini, profesi tukang parkir jadi rebutan dan jadi tren yang digemari pengangguran-pengangguran (baca: preman kampung) yang seringnya nirgawe. Modal sempritan, dan sebungkus rokok untuk sehari tayang.
Cerita seorang kawan yang tinggal di Balikpapan. Pernah ia dengar obrolan tukang parkir di suatu area parkir di sebuah pasar tradisional. Di antara mereka terjadi jual-menjual areal parkir antara satu geng ke geng lainnya. Harganya bisa mencapai jutaan, mereka sanggup mungkin karena melihat hasilnya yang menggiurkan. Kalkulasikan saja sendiri. Misalnya parkir motor sekali tarik 500 perak. Untuk luas parkir beberapa meter persegi saja, bisa dapat 10 kendaraan per sekali parkir. Misalnya ada 100 motor saja parkir per hari, mereka sudah dapat jatah 50.000 ribu perhari kotor. Potong makan dan rokok, mereka bisa dapat hampir 1 juta per bulan. Sungguh menggiurkan. Saking kritikalnya lahan parkir ini, tak jarang orang sampai berkelahi bersimbah darah hanya memperebutkan lahan parkir berupa tanah kosong milik entah siapa agar bisa jadi lahan parkir miliknya. Biasanya tanah kosong ini strategis, misalnya di depan bank, di depan pasar ataupun di samping mall.
Pergeseran fungsi tukang parkir ini juga sering sekali saya temui, khususnya di Jogja. Sebagian diantara mereka maunya enaknya saja, kerja sesedikit mungkin mendapat hasil yang berganda. Mereka hafal mati prinsip ekonomi yang mungkin mereka tak pernah dapat karena tak pernah sekolah. Datang bawa sempritan, semprit sana sini namun kadang mereka bahkan tak mau untuk membantu menarik motor kita yang kesusahan dikeluarkan. Kejengkelan juga terjadi ketika kita sudah menyerahkan uang duluan sebelum mengeluarkan motor, eh mereka malah ngeloyor pergi tanpa berusaha membantu kita keluar dari areal parkir yang biasanya dan seringnya motor ditaruh super rapat dan bahkan untuk nyelip di sela-sela motor saja susah, apalagi harus bergahgihguh mengeluarkan motor dari deretan rapat.Dan yang paling menjengkelkan adalah ketika si tukang parkir pura-pura lupa ngasi kembalian uang parkir ketika kita bayar lebih. Tak banyak memang, tapi melihat kepura-puraan itu kadang kita tak sampai hati menghadiahkan 500 perak kepada tukang parkir berhati culas.
Cerita lain lagi ketika seorang tukang parkir menangani areal parkir yang terdiri dari deretan beberapa toko, anggap saja 10 toko ditangani oleh seorang tukang parkir. Otomatis ia akan berada jauh dari motor kita yang kita parkir jauh dari tempat 'mangkalnya' menunggu orang datang dan pergi. Bahkan kalau dilihat dari logika keamanan, motor sebenarnya lebih dekat dengan kita dan kita lebih intens mengawasi motor kita daripada si tukang parkir yang memilih jelalatan melihat ABG seksi bohay lewat daripada mengawasi motor pelanggan parkirnya. Pernah teman saya menjuluki kota ini sebagai Kota Parkir saking banyaknya parkir-parkir liar yang secara logika seharusnya tak perlu dijaga tukang parkir. Alasannya, pertama karena kendaraan sangat dekat dengan kita dan kedua adalah areal parkir masih merupakan areal toko tempat kita belanja. Jadi tak ada rumus kita sewa tanah ke tukang parkir kalau sekedar parkir di areal toko yang bukan milik si tukang parkir tadi.
Pernah ada kejadian lucu di salah satu kafe murmer di kampus saya. Saya cukup sering parkir disitu dan cukup kenal sama tukang parkirnya. Ia suda cukup lama jadi tukang parkir disitu, bahkan sejak saya pertama kali parkir disitu ia sudah jadi tukang parkirnya, sebut saja namanya Mr Joko. Suatu ketika, beberapa bulan dan jauh-jauh hari berikutnya saya melihat seorang tukang parkir mirip si Mr Joko tadi di areal parkir dekat areal parkir Mr Joko ini. Setelah saya tanya langsung Mr Joko, ternyata laki-laki yang mirip tadi adalah adiknya Mr Joko yang diajaknya untuk jadi tukang parkir saja. Yang pasti adiknya mungkin tergiur melihat kakaknya tajir dan bisa ngerokok setiap hari walaupun hanya duduk-duduk manis dan selalu berkata 'monggo' ketika setiap motor datang dan pergi di areal parkirnya tanpa berinisiatif membantu orang yang parkir.
Jogja memang benar-benar Kota Parkir, dan keunikan dalam hal parkir juga terjadi dimana-mana. Salah satunya kemampuan tukang parkir memindahkan kendaraan yang semula berada di ujung sana bisa menjadi diujung sini meskipun kita tak lupa dan yakin sudah mengunci stang. Ternyata ada triknya. Ia memindahkan dengan akal. Motor dimiringkan ke kiri lalu diputar pada poros standar tunggalnya. Begitu diulang-ulang terus hingga mencapai tempat yang diinginkan, biasanya yang kosong. Tentu tingkah laku tukang parkir ini sangat bisa mempercepat kerusakan standar motor kita yang diputar-putar seenaknya. Keangkuhannya sebagai tukang parkir justru membuat ia seolah mempunyai full autority untuk melakukannya tanpa perlu meminta ijin terlebih dahulu pada pemiliknya ataupun tanpa takut motor orang rusak, kalaupun rusak, "bukan urusan saya", katanya.
Yang masih menjadi ganjalan kebanyakan orang adalah ketika misalnya suatu kejadian kehilangan di suatu area parkir. Tidak ada aturan tertulis maupun tak tertulis, bahwa si tukang parkir itu harus bertanggung jawab atas kehilangan itu. Paling si tukang parkir cuman bergumam "yah namanya juga musibah mas, tak bisa dihindari". Enak sekali, seolah ia kebal hukum. Bahkan bisa saja ia malah bersekongkol dengan maling dan 'mengijinkan' si maling memilih motor bagus yang mana yang hendak disatroni. Dan siapa yang musti perduli dengan kondisi ini? Apakah pemerintah daerah, DPRD ataukah pak RT yang nota bene tak sepeser pun mungkin masuk ke kantong pak RT yang mungkin 'menguasai' kawasan yang menjadi areal parkir tukang parkir tadi.
Makanya hati-hati parkir, jangan lupa mengunci stang dan bila perlu mengunci roda. Karena tak satupun tukang parkir akan mau bertanggung jawab jika terjadi apa-apa dengan kendaraan kita. Salam parkir...
Thursday, March 27, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment