Prihatin dengan cerita dan keluhan kawan-kawan fotografer profesional akhir-akhir ini. Baik yg senior, yg agak senior maupun yang akan senior. Dahulu kala dimulailah trend kamera DSLR dan waktu itu baru segelintir yg "berani" memiliki. Mereka ini adalah fotografer peralihan dari jaman film ke digital. Kemudian era bisnis fotografi digital pun dimulai. Yang udah merasa senior merasa wajar mematok harga agak di atas rata-rata. Kemudian datanglah para tukang foto yg baru beberapa bulan beli kamera, belajar dengan giat dan cepat dan secara cepat pula merasa sudah pantas menyematkan "photography" di belakang nama masing-masing, menorehkan watermark di setiap foto yg dikaryakan. Kemudian mereka mulai mencari client dengan "banting harga" semurah-murahnya dengan dalih yang penting buat belajar, buat cari pengalaman. Uang tiada artinya dibanding pengalaman berharga, demikian semboyan hidupnya. Singkat cerita sang fotografer yg sudah merasa lebih senior jadi berang. Si fotografer "banting harga" dituduh merusak harga dan membuat client-client fotografer yg merasa senior lari mencari yg lebih murah.
Karena merasa lelah, si fotografer yg merasa senior pun ikutan banting harga. Dengan harapan dapat client dan bisa makan ataupun bayar cicilan. Namun tentu karena jam terbang mereka yg lebih lawas, kualitas hasil karya mereka tidaklah ikutan dibanting. Mereka tetap memotret dengan hati dan jiwa mereka. Ciehhhh...
Kalo dipikir-pikir sebenarnya ini kesalahan sang fotofrafer itu sendiri. Gimana gak salah:
1. Para client yg tak paham artinya seni hanya butuh hasil foto dengan kualitas 3 MP tapi sang fotografer yg merasa senior memakai kamera full frame yg harganya "you know lah".
2. Sang client hanya butuh foto sekualitas lensa kit tapi sang fotografer yg merasa senior pake prime lens dgn f/1.2 seharga lebih mahal dari honda vario seri terbaru.
3. Sang client yg tak paham seni hanya butuh editan sekelas kamera 360 tapi para fotografer yg merasa senior ngedit foto pake berlayer-layer di Photoshop.
4. Para client yg konon tak terlalu mempedulikan seni hanya butuh lighting aster (asal terang) tapi para fotografer yg merasa senior bela-belain ngeset 3 lighting dengan teknologi wireless terkini.
5. Para client yg hanya mengutamakan harga murah hanya butuh kualitas lighting yg penting meriah tapi fotografer yg merasa senior bela-belain bangun subuh mengejar golden hour agar dapat lighting sekualitas fotografer kelas dunia.
6. Para client yg facebook oriented atau instagram minded cuma mau fotonya diupload ke FB or IG saja tapi para fotografer yg merasa senior pake kamera yg bisa nyetak sepintu.
Ya itu semua salah kalian wahai para fotografer yg merasa senior. Kalian terlalu hebat untuk kebutuhan pasar yg demikian adanya. Maaf hanya becanda ya. Jangan terlalu serius... :)
No comments:
Post a Comment