Bali memiliki banyak sekali makanan tradisional mulai dari makanan, minuman, sayuran hingga jajanan. Salah satunya adalah jajanan laklak biu Pan Bayu yang terletak di Desa Penebel, Kabupaten Tabanan. Warung laklak Pan Bayu biasanya buka dari jam delapan pagi hingga jam delapan malam. Para penduduk sekitar kebanyakan membeli laklaknya di pagi atau sore hari, dimakan sembari menikmati segelas kopi atau secangkir teh poci.
Laklak biu Pan Bayu adalah salah satu jajanan yang dimasak dengan cara tradisional. Tiga buah tungku yang terbuat dari tanah berjejer di depan warung sederhananya. Bahan bakarnya pun menggunakan kayu bakar. Di atas tungku ditaruh semacam piring yang juga terbuat dari tanah liat. Adonan dituang dengan sebuah sendok bambu, diratakan kemudian ditambahkan irisan pisang gancan.
Pisangnya pun tidak boleh sembarang pisang. Pisang gancan dipilih karena memiliki rasa yang istimewa ketika berpadu dengan adonan laklak yang panas. Laklak disajikan dengan daun pisang yang dialasi ingko, ditambahkan parutan kelapa sebagai pemanis. Melihatnya saja sudah membuat menelan ludah sendiri.
Disamping berjualan di warung di kampungnya, Pan Bayu kerap membuka lapak dari pameran ke pameran di seantero Kabupaten Tabanan. Jika di warungnya ia menjual laklak seharga Rp 2500 per buah, selama pameran dia bisa menjual dengan harga dua kali lipat. Di pameran pun ia bisa menjual rata-rata lima ratus laklak per hari, hampir lima kali lipat jika dia hanya jualan di warung di kampungnya. Oleh karena itulah Pan Bayu lebih sering berkeliling dari pameran ke pameran.
Laklak adalah jajanan tradisional mirip serabi di Jawa Barat. Namun laklak biu Pan Bayu memiliki keunikan tersendiri. Jika kue laklak biasanya berdiameter 5 sentimeter, laklak biu Pan Bayu berdiameter 10 sentimeter, berukuran jumbo. Di samping itu juga dilengkapi dengan irisan pisang yang harus dipetik pada sore hari ketika matahari akan tenggelam.
Ketika ditanya mengenai bahan baku, Pan Bayu mengemukakan menggunakan bahan baku utama yakni tepung yang ia beli dari pasar tradisional di kampungnya. Sedangkan pisang dan kelapa ia dapatkan dari kebun milik keluarganya yang ia warisi turun-temurun. Ia mengaku kini sangat susah mendapatkan bahan kayu bakar. Karena jika kayu bakar diganti dengan kompor gas LPG, laklaknya akan kehilangan cita rasa istimewanya.
Pan Bayu sudah berjualan laklak dari sejak ia masih kecil. Kala itu ia membantu orang tuanya ikut berjualan di pasar tradisional di kampungnya. Jam lima subuh ia sudah ke pasar menemani ibunya. Ia mendapat tugas menjajakan laklak berkeliling pasar. Pada sore hari ia membantu ayahnya memetik pisang di kebun di belakang rumahnya.
Pan Bayu tidak ingin mengubah aroma ataupun bentuk laklak bikinannya. Pan Bayu bisa saja menambahkan keju parut atau membuat laklak rasa strawberry, mangga atau apel, misalnya untuk memperkaya menu laklaknya. Tapi Pan Bayu memilih untuk mempertahankan cita rasa dan bentuk, sebagai warisan turun-temurun. Ia tidak ingin kue-kue tradisional kalah dengan kue-kue dari luar negeri. Impiannya sederhana, suatu saat ia berkeinginan laklak miliknya menjadi jajanan wajib rapat-rapat di kantor-kantor pemerintahan di Kabupaten tempat dia dilahirkan.
#30DWCJilid6 #Day25
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar
Note:
- biu = pisang
- pan = pak / bapak
No comments:
Post a Comment