Dalam perlombaan tentu sudah biasa ada yang menang dan kalah. Dalam ujian pun pasti ada lulus dan gagal. Yang terpenting adalah bukan hanya pada hasil akhirnya, namun lebih kepada bagaimana kita menikmati prosesnya dan mengambil banyak pelajaran darinya.
Hari itu, setelah menunggu seminggu sejak ujian presentasi kemaren, kami berkumpul kembali. Kali ini di kantor besar Balikpapan. Sebuah logo 76 di dalam lingkaran oranye berdiri megah di sudut teras Training Department. Riuh rendah suara kami memenuhi ruangan yang tak begitu luas.
Kemudian datanglah Ibu Sita sang koordinator kami. Beliau menempelkan kertas di papan pengumuman. Tapi ternyata kertas itu berisi informasi bahwa kami akan dipulangkan selama sepuluh hari setelah pengumuman dan menandatangani kontrak kerja.
Tak berselang lama. Satu persatu nama kami dipanggil dan menerima amplop yang akan menentukan kehidupan kami selanjutnya. Selembar kertas yang kelak akan menjadi salah satu tonggak sejarah, apakah kami akan lanjut bekerja ataukah kami harus pulang ke masing-masing daerah dengan tangan hampa.
Tak sabaran kami buka dan melihat deretan tulisan yang ditata rapi. Kubaca dengan seksama. Aku dinyatakan lulus. Nizar juga lulus. Diujung sana nampak Jacky dan Topan berwajah muram. Sepertinya ada yang tak beres pikirku. Aku mendekati mereka.
"Aku tak lulus," Jacky menunduk malu.
"Selamat kawan. Lanjutkan perjuanganmu demi Indonesia ya," serunya Topan dan menyalami aku dan Nizar.
"Emang kenapa kok bisa nggak lulus, kawan?" tanyaku kepada Jacky.
Jacky adalah seorang yang cerdas dan berkemampuan di atas rata-rata kok bisa tidak lulus. Sedangkan Jacky terlalu nasionalis.
"Aku kemaren ditanya pilih kerja di darat atau di laut. Ya aku jawab saja di darat. Karena habitat kita di darat. Kita bisa olahraga biar badan tetap sehat," terang Jacky sambil tak hentinya ia ngedumel.
"Topan, kalau kamu kenapa emangnya?" tanyaku sembari membaca surat miliknya memastikan Topan tak sedang bercanda.
"Aku lebih baik berhenti bro. Daripada harus mengabdi kepada asing. Mereka hanya mengeruk kekayaan alam kita,"
"Ini masalah uang bro. Demi sesuap nasi. Nggak usahlah terlalu idealis gitu, Pan," Nizar menambahkan.
"Kalau untuk sekedar cari makan masih banyak tempat lain bro. Tapi harga diri tak bisa diperjualbelikan," Topan meyakinkan.
"Ya sudah jika itu memang keputusanmu,"
Sebelum pulang nanti sore kita kumpul di pantai Melawai yuk,"
Sepuluh hari ke depan kami libur dan kembali ke rumah masing-masing, ke kampung halaman dimana tempat kami berasal. Tiket pesawat pulang pergi sudah kami kantongi.
#30DWCJilid6 #Day24
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar
No comments:
Post a Comment