Friday, May 19, 2017

Negara Kita Sebenarnya Kaya

Langit pagi ini cerah biru tanpa awan sedikit pun. Angin bertiup dengan kecepatan 7 knot dari utara menuju selatan. Suara turbine compressor 150 dB berdesingan mengkompres gas alam dengan kapasitas 35 ribu kaki kubik per hari, menuju Santan Terminal. Suara shipping pump menggetarkan anjungan memompa minyak mentah 13 ribu barel per hari ke daratan sana. Tak ada kicau burung di atas pepohonan yang menghias pagi di lautan. Tak ada nyiur melambai. 

Pagi itu kami berempat ditemani mas Ricky Samuel, senior production operator yang akan mengajak kami keliling Production Platform dan Compressor Platform. Pagi itu kami akan belajar bagaimana minyak bumi diproses. Production adalah anjungan pusat yang menerima minyak dan gas dari anjungan remote yang terletak di kejauhan sana. 

Anjungan remote adalah tempat dimana sumur-sumur minyak mengeluarkan minyak atau gas. Kemudian pipa-pipa 16 inci mengalirkan minyak dan gas dari anjungan remote, diterima oleh sebuah separator di anjungan pusat. Minyak tersebut secara alami dipisahkan menjadi 2 fase yaitu menjadi minyak dan air. Minyaknya langsung dikirim ke darat untuk dijual. Sedangkan airnya diolah dahulu sebelum dibuang ke laut lepas. 

"Negara kita sebenarnya kaya banget, coy!" kata mas Ricky dengan semangat ampatlima. 

"Coba bayangin tiap hari kita memproduksi 13 ribu barel minyak untuk dijual.  Itu setara dengan 16 milyar perhari. Belum lagi gasnya sebanyak 35 ribu kaki kubik per hari. Itu setara dengan 7 milyar, coy!" sambungnya panjang sembari membenarkan posisi safety helmetnya. 

"Tapi kenapa masih banyak orang miskin di negeri ini, coy?" cetusnya tak terima. 

Topan tampak mulai sumringah. Ia sangat tertarik dengan cerita semacam ini. Ia sangat peduli dengan berita-berita bagaimana rakyat bisa miskin di negeri yang katanya kaya ini. Ia sangat antipati dengan negara adidaya yang mengeruk rakus kekayaan negaranya. 

"Apa yang bisa kita lakukan, mas Ricky?" Topan memotong berapi-api. 

"Ah kalian pikir sendirilah. Kalian belajar dulu yang banyak. Baru juga sehari di laut," seru mas Ricky meremehkan. Muka Topan jadi masam. 

Kemudian kami berpindah ke Compressor Platform yang terletak di anjungan sebelah. Jembatan menghubungkan keduanya. Sepanjang jalan kami melalui pipa-pipa dengan diameter beragam. Di ujung sana ada beberapa pekerja yang sedang membangun scafolding untuk orang yang akan bekerja di ketinggian. Begitulah di perusahaan minyak, safety adalah segalanya. Keselamatan pekerja adalah prioritas utama. 

Diujung sana ada pekerja lain yang sedang membuka-buka baut di sebuah pipa berdiameter 8 inci. Diameter bautnya saja 7/8 inci. Baut yang sudah karatan harus dibuka dengan cara dipukul. Keringat mereka bercucuran. Seorang pekerja berpakaian merah memeriksa dengan gas detector. Memastikan tak ada setitik pun gas bocor keluar dari pipa. 

Tak terasa siang pun berlalu. Kami kembali ke Living Quarter untuk makan siang. Topan masih tampak gusar. Sepanjang siang hingga sore ia masih sering melamun. Mungkin masih belum bisa lepas dari pikirannya, seandainya ladang-ladang minyak seperti ini bisa dikuasai oleh perusahaan anak negeri, betapa kita akan menjadi negara super kaya. Dan yang paling penting tak akan ada rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. 

30DWCJilid6 #Day3
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar


No comments: