Langit pagi itu sedikit mendung, awan-awan stratokumulus ramai memenuhi langit sehingga sinar mentari meredup, cuaca jadi tidak terlalu panas. Lautan begitu tenang seperti danau. Fenomena alam seperti ini sering terjadi, sehabis diguyur hujan deras, lautan bisa berubah jadi tenang, permukaannya biru tanpa ombak seperti kaca.
Jam 7 pagi Pak Samad sudah bersiap di well area anjungan Alpha. Satu toolbox lengkap selalu menemani kemanapun ia bekerja. Tangan-tangan kekarnya sudah mencengkeram tubing bender 1/2 inci. Meteran ada di saku celana kiri. Di saku celana kanannya ia kantongi sebuah tubing cutter dengan cat mengelupas, saking lama dan seringnya dipakai. Di saku bajunya menyelip nut dan ferrull berbagai ukuran. Pensil 4B menyelip di telinga kanannya, layaknya tukang bangunan. Pak Samad dikenal sebagai seorang ahli bengkok tubing kawakan. Di masa kerjanya yang sudah 25 tahun ini, ribuan batang tubing telah ia bengkokkan, mulai dari ukuran 1/4, 3/8, 1/2 hingga 3/4 inci. Tubing-tubing stainles steel kelas oil company lepas pantai semua takluk di tangan-tangan kekarnya yang cekatan. Jika dikumpulkan, mungkin Pak Samad sudah membengkokkan tubing hingga ke bulan.
Ia menyeka keringat di pipinya yang mulai keriput. Hari itu Pak Samad sedang membuat jalur tubing untuk sebuah alat pendeteksi tekanan. Sumur minyak Alpha-5 sudah lama mati suri. Para petroleum engineer di kantor pusat di darat sana memerintahkan lapangan untuk menghidupkan kembali agar produksi minyak bertambah. Maka dari itu, agar aman, sebuah sumur harus dilengkapi dengan berbagai macam safety device, salah satunya adalah alat pendeteksi tekanan alias pressure switch. Pressure switch ini bekerja jika tekanan di pipa sumur ini melebihi atau kurang dari setting yang diinginkan. Sebuah keran yang bisa menutup otomatis akan menutup jika tekanan pada pipa melebihi atau kurang dari setting. Semuanya serba otomatis.
Aku dan Nizar mendapat tugas berguru pada Pak Samad hari itu. Pak Samad dikenal sedikit bicara. Jika ia sedang bad mood ia bisa jadi orang bisu atau patung yang bisa bergerak. Tapi dengan sedikit trik, aku dan Nizar telah menemukan cara mendekatinya. Nizar yang jago menggombal, berusaha pedekate ke Pak Samad sang Tubing Bender.
"Halo, lagi apa nih Pak Samad?" tanya Nizar dengan nada sangat bersahabat. Pak Samad diam seribu bahasa, matanya masih tajam menatap tubing-tubing yang ia bengkokkan. Jari-jarinya masih sibuk memasang nut dan ferrull di ujung tubing setelah ia potong dengan cutter. Tampaknya basa-basi Nizar jadi basi pagi itu. Nizar tak kehabisan akal, ia gunakan jurus nomor dua.
"Pak Samad, bagaimana hasil pancingan hari ini?" cobanya lagi berusaha memecah es batu yang belum mencair pada pagi yang tak terlalu terik itu. Serta merta wajah Pak Samad menjadi sedikit rileks. Mulutnya agak bergetar seakan hendak mengucap kata.
"Sini Pak saya bantu," ucapku karena sepertinya Pak Samad butuh bantuan walaupun hanya bantu memegang saja. Tiba-tiba terdengar kata pelan dari mulut dengan gigi yang sudah mulai ompong.
"Kalo bengkok tubing itu dari awal tak boleh salah," kami mendengar dengan seksama, "Sedikit saja awalnya salah maka di ujung sana akan banyak melencengnya," tambahnya pelan.
Kemudian dengan sekali sentuhan, pekerjaanya selesai. Ia lalu menyuruh kami mengetes sistem shutdown sumur Alpha-5 yang sudah ia pasang sejak tadi. Aku tarik sigma valve yang menempel di body sumur, lalu tekanan angin memenuhi pressure switch dan wing valve membuka. Selesai sudah tugas Pak Samad hari itu. Sumur Alpha-5 mengeluarkan suara berdesing, minyak mengalir dengan garang. Produksi hari itu bakal bertambah, para juragan di kantor pusat sana pasti senang bukan kepalang. Harusnya Pak Samad mendapat penghargaan karena ikut membantu bertambahnya produksi.
Disamping sebagai the best Tubing Bender di Attaka, ia juga terkenal jago mancing. Ia lebih senang bercerita soal mancing daripada masalah produksi minyak. Karena mancing adalah hiburan satu-satunya tatkala ia sedang on duty di laut. Ia tak terlalu suka nonton TV, menurut dia TV hanya menyiarkan tipuan, semuanya tipu-tipu belaka. Apalagi yang punya TV adalah penguasa, maka semua siaran hanya tipuan belaka, demikian menurutnya. Jam makan siang pun tiba.
"Gak makan siang kah?" tanya dia dengan logat khas orang Banjar.
Kami memilih menemani Pak Samad siang itu mancing sebelum kembali ke Living Quarter untuk makan siang. Pak Samad mengeluarkan peralatan mancingnya, ia hanya pakai gulungan dan tali tanpa batang pancing. Umpannya ia gunakan ayam mentah yang dikaitkan kuat pada ujung kail. Ia amati arah arus air laut. Arus atas bisa tidak sama. Sebelum melempar kail ia mengucap mantra sakti andalannya "Tuk tuk kirawas, kalo matuk jangan lawas..."
30DWCJilid6 #Day4
#kisahcinta
#kuliminyaklepaspantai
#selatmakazzar
No comments:
Post a Comment