Hari ini 7 October adalah hari terakhir aku di laut Attaka yang biru. Kucuran hujan, sengatan mentari ekuator dan terpaan angin laut menjadi teman setia selama 2 minggu. Kicauan burung tak pernah ku dengar, hijaunya rumput mutiara tergantikan onggokan karat yang kian hari kian berkarat. Yang kudengar hanya suara mesin-mesin yang bersuara fals, sehingga lama kelamaan merusak gendang telinga emasku.
Dua minggu ini berlalu dengan sedikit perasaan kurang segar, entah kenapa nafasku semakin sesak, dadaku seperti ditimpa shipping pump, hidungku bagai disumbat baut 3/4 inchi, tak bisa ku bernafas lega. Ketidaklegaan itu berimbas pada kekasihku yang menjadi pelampiasan ketidakpuasanku pada hidup.
Empat belas hari ini pula aku ditemani 8 buku yang baru ku beli: "The Secret of Mindset", "Weda-Apakah Ilmiah?", "Ilmu Hitam dari Bali", "Filsafat Perkawinan Menurut Hindu", " Menjadi Penulis Fiksi Itu Mudah", "Kiat Menjadi Penulis Independen", "200 Inspirasi Interior" dan "Majalah CHIP edisi hemat bulan September". Meski tak semua dapat kubaca langsung secara tuntas, namun ada beberapa yang sudah (hampir) selesai ku baca.
Aku juga dengan setia ditemani HP 3250 yang sudah 3 tahun menemani aku mengais minyak di kota tengah laut ini, kota yang jauh dari peradaban masyarakat pada umumnya. HP ini juga selalu mengantarkan aku ke ujung dunia, terbang menembus batas-batas pulau di dunia maya. Bermodal 1 chip Telkomsel dengan tarif Rp 15/KB aku berkelana dalam layar kecil HP yang sudah banyak lecetnya ini. HP ini pula selalu mempertemukan kami dalam dialog yang penuh arti.
Malam ini akan melepas lelah, mencari harapan baru, menghirup udara segar di bawah pohon rindang. Mencuci paru-paru dengan oksigen segar di pulau yang mungil sana. Di ujung sana pula ku sudah dinanti dengan harapan penuh cinta. Disana pula telah menunggu adik dan bapakku dengan rumah yang telah dibongkar, lubang-lubang sudah digali, besi-besi sudah dianyam dan 10 October nanti semuanya akan dipancangkan sekokoh gunung.
Di sudut kota itu pula sudah menunggu cerita mengharukan dari negeri Belitong, Laskar Pelangi yang sudah lama kami nanti.
"Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada yang kuasa
Cinta kita di dunia selamanya..."
Demikian lirik soundtrack Laskar Pelangi yang didendangkan Nidji dengan indah, juga menemani kesepianku di sudut platform yang penuh mimpi ini.
Angin, api dan air bersatulah bersama salamku bersamanya. Antarkan cintaku menembus ruang dengan energi cahaya. Aku akan datang bersama sang waktu, menumpahkan segunung rindu, setumpuk cinta dan seonggok rasa yang tak terdefinisikan.
"Laskar Pelangi... Tak kan terikat waktu..."
Tuesday, October 14, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment