Suatu hari si Herry dan kawan-kawannya yang hobby mempunyai hobby yang sama, sabung ayam, hendak berkunjung ke Balikpapan untuk suatu acara kumpul-kumpul. Teman-temannya sekitar 20 orang mencarter sebuah bis dan pagi-pagi sudah berkumpul dan siap berangkat menuju Balikpapan. Karena acara kumpul-kumpul akan diadakan malam harinya, siang itu, sebelum tiba di Balikpapan, mereka mampir di Kilo 17 yang terkenal dengan kawasan esek-esek paling termasyur di Balikpapan. Seorang dari mereka mendapat info bahwa siang itu akan ada sabung ayam di dekat kompleks Kilo 17 itu. Karena semua crew dalam bis adalah tokoh-tokoh penjudi, maka tak ragu lagi bis melaju menuju tekape yang terletak percis di samping areal esek-esek itu. Orang-orang turun dengan sumringah dan sudah tak sabar lagi menghaburkan duit-duit yang mereka bawa dari rumah. Ada yang sibuk ngobrol sama temannya, ada yang sibuk pasang taji di ayam jagoannya, ada yang hanya menunggu di belakang dan siap bertaruh. Arena sabung ayam riuh ramai oleh suara penjudi yang haus darah ayam.
Ketika 2 ekor ayam sudah dipegang dan siap dilepaskan, terdengar suara tembakan ke udara. Puluhan orang berpakaian seragam dan membawa senjata menggerebek arena judi itu. Ternyata aksi sabung ayam ini tercium oleh petugas polisi kota Balikpapan. Kontan saja semua begundal sabung ayam terhambur dan menyelamatkan diri masing-masing. Ayam-ayam yang sudah siap adu ditinggalkan begitu saja. Mereka lari pontang-ponting bukan kepalang, pagar setinggi 2 meter dilompati dengan enteng saja. Parit selebar 3 meter bukan halangan. Mereka lari sekenanya ke arah tegalan, sawah dan ladang di sekitar arena sabung ayam itu.
Begitu juga Herry lari namun tajinya masih sempat diselamatkan. Si Herry yang jago pasang taji selalu membawa taji dan selalu menjadi tukang pasang yang dinanti-nanti oleh sesama penyabung ayam. Ia lari terbirit-birit di pematang sawah yang basah dan becek. Sepatunya terlepas dan tertinggal begitu saja, celana panjangnya kotor tidak karuan hingga ke pahanya. Bajunya terkena bercak-bercak tanah dan wajahnya terlihat pucat.
Namun si Herry yang cerdik dan licin memilih menyelamatkan diri dengan menyelinap ke salah satu rumah lonte di kompleks Kilo 17 itu. Ia masuk tanpa permisi dan mengunci pintu dari dalam. Di balik sana sudah menunggu seorang wanita, cantik, masih muda dengan make up super menor dan celana pendek mini sungguh menggoda. Baju 'you can see' yang dikenakannya membuat Herry tergoda juga birahinya. Namun ia tak sempat melanjutkan pikiran mesumnya, ia hanya berfikir bagaimana ia selamat siang itu. Ia lalu memohon ke si lonte, yang ternyata bernama Susi, agar jangan bilang-bilang jikalau ada petugas masuk ke rumah itu. Si Susi yang genit mengiyakan saja dengan syarat Herry harus memberi kompensasi, karena Susi sudah sehari tak dapat pelanggan. Si Herry yang cerdik memanfaatkan saja kesempatan itu. Ia lalu bernegosiasi dan balik memberikan syarat, Susi harus mencuci dan mengeringkan pakaiannya. Jadilah Susi sibuk cuci pakaian lalu segera dikeringkan dengan setrika, sedangkan Herry hanya pakai celana dalam tiduran di atas sofa kucel dan bolong-bolong sambil membayangkan Susi tanpa busana.
Herry sudah semakin sore, pakaian Herry pun sudah cukup kering dan layak pakai. Si Herry bernegosiasi lagi,
"Sus, aku harus ke Balikpapan dulu ya, malam ini aku ada acara kumpul-kumpul sama teman-teman."
"Wah ndak bisa mas, sampeyan kan sudah janji kalau akan pake saya malam ini?"
"Ya, kalo itu yo jadi. Saya ke Balikpapan sebentar saja, lalu malam nanti jika acara sudah selesai saya aku balik dan tidur sini, nih saya panjer 50 ribu."
"Yo wis lah, Mas nek ngono. Bener ya, aku tunggu pokoknya Mas malam ini, awas kalo ndak kesini, saya denda sampeyan."
"Iya iya! Tapi aku titip tajiku di sini ya, takutnya nanti kena razia di luar sana."
Mereka pun sepakat dan secara tidak tertulis menandatangani MoU yang akan dilaksanakan malam nanti. Lalu Herry dengan pakaian bersih jerih payah Susi dan sandal pinjaman menghadiri pesta makan-makan dan minum-minum di Balikpapan, di sebuah rumah besar dan luas milik Cing Mo seorang germo terkenal dan dikenal tak tersentuh oleh hukum.
Malam itu Herry bertemu teman-teman yang tadi terhambur diuber polisi dan saling cerita kemana mereka lari. Si Herry yang doyan cerita pun tak putus-putus menceritakan kisahnya yang lucu dan kocak sambil menenggak minuman yang dihidangkan berbotol-botol. Wanita-wanita penghibur berseliweran memang sengaja disediakan Cing Mo untuk pesta malam itu. Jadilah malam itu pesta minuman dan pesta wanita.
Tak terasa malam semakin larut dan Si Herry dan teman-temannya semakin terlarut dalam irama pesta. Musik-musik dangdut membuat pinggul berjoget secara otomatis. Minuman penuh alkohol itu pun semakin meracuni urat saraf mereka, tak terkecuali si Herry yang memang maniak minum topi miring. Herry yang sudah menghabiskan belasan tegukan terhuyung-huyung. Langkahnya sudah tak karuan, pikirannya mulai melayang dan ia merasa begitu gembira malam itu seolah tak ada masalah di rumah.
Preman-preman penjaga pesta lalu menyuruh yang sudah mabuk dibawa saja ke kamar wanita penghibur di seberang sana. Dan si Herry pun dibopong dua orang preman ke kamar salah seorang wanita yang bernama samaran Nonik. Saking sudah teracuni alkohol Herry melemparkan begitu saja tubuhnya di atas tempat tidur.
Tengah malam lewat pesta pun usai dan beberapa orang masing lalu lalang sempoyongan di luar sana. Sedangkan Herry sudah terlelap di atas kasur tipis tak empuk, di sampingnya tertidur si Nonik. Sekitar dini hari jam 4 Herry terbangun dan mendapati Nonik tidur terlentang berpakaian seksi menantang. Ia lalu menggerayangi segenap tubuh Nonik dengan penuh nafsu. Malam yang gelap itu ia acuhkan saja, bahkan ia tak tau wajah Nonik seperti apa karena semalam ia mabuk parah. Mereka terlarut dalam irama mesum malam itu. Keringat mereka bercucuran dan mereka lepas malam itu bersama menumpuk dosa. Karena kelelahan Herry dan Nonik tertidur dan bangung esok paginya ketika matahari sudah agak tinggi.
Herry langsung menuju kamar mandi dan cuci muka secukupnya. Ia lalu kembali ke tempat tidur lalu menyalakan lampu kamar. Hari kaget bukan kepalang. Jantungnya seperti berhenti memompa darah. Kepalanya bagaikan disambar kilat hujan bulan Desember. Kakinya lemas bagaikan lumpuh karena dipasung puluhan tahun. Mulutnya gagu seperti si gagap yang dikagetin temannya. Ia bengong seribu bahasa. Matanya mendelik berusaha membenarkan apa yang ia lihat. Ia tidak salah lihat. Pagi itu ia melihat wanita bernama Nonik terbaring lemas di atas tempat tidur, sambil tersenyum garing. Nonik yang malam tadi menjadi pelampiasan nafsunya, ternyata berwajah tak cantik, mata kirinya cacat dan terpejam seterusnya. Giginya agak maju. Herry yang masih kaget hanya diam seribu bahasa. Beberapa detik kemudian ia tersadar lalu langsung memakai pakaian lengkap dan kabur keluar dari kamar yang sial itu. Ia ternyata telah dikerjain teman-temannya. Ia diberi wanita penghibur yang cacat mata sehingga kelihatan seram. Namun karena malam tadi lampu kamar tak menyala sehingga ia tak melihat wajah Nonik ketika ia "memakainya".
Dalam perjalanan pulang dari Balikpapan, semua teman-teman menertawakan dan mengolok-olok Herry. Herry bungkam dan duduk membisu malu di kursi deretan paling belakang. Ia mati kutu tak bisa membela diri. Herry benar-benar sial. Sial mulai dari dikejar polisi saat mau sabung ayam, sial dapat cewek matanya picek, lalu sial ia harus menebus taji yang ia titipkan di tempat Susi dan ia juga harus mengganti janji menginapnya semalam dengan harga 2x lipat tarif normal Susi. Ah si Herry memang lagi apes....
Friday, October 03, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment