Terinspirasi dengan tulisan pak dosen Andi, yang mana ia juga katanya terinspirasi dari tulisan pakar pencerahan Gede Prama. Pak Dosen menulis tentang mimpinya kerja di Amerika, tinggal di Yogyakarta. Sedangkan Gede Prama bekerja di Jakarta, tinggal di Bali. Sementara saya sekarang kerja di Balikpapan, tinggal di Tabanan, Bali. Schedule kerja saya yang 2-2 (2 minggu kerja-2 minggu off), membuat saya bisa melakukan 'jalan hidup' ini. Ketika hari kerja, yaitu 2 minggu itu, saya tinggal di Balikpapan. Sedangkan 2 minggu kemudian ketika off duty bebas pergi dan tinggal dimana saja, rekomendasinya sih di Balikpapan. Namun saya putuskan untuk tinggal di Bali saja, disamping bisa bertemu keluarga dan merawat orang tua, juga sekalian biar dekat dengan jodoh wanita Bali, seperti request orang tua.
Menjalani kehidupan di dua habitat berbeda ini tentu saja banyak suka dan banyak juga duka yang saya temui di jalan. Dukanya ketika pesawat delay. Delay yang paling parah adalah suatu ketika perjalanan Surabaya-Balikpapan dengan Lion yang seharusnya sampai Balikpapan jam 9 malam, namun ditunda menjadi jam 2.30 subuh baru mendarat di kota minyak ini. Untungnya Pak Surat masih bersabar menanti saya di penginapan murmer itu. Delay yang lain yang tak kalah parah malah baru saya alami 7 Oktober kemaren ketika terbang dengan Garuda dari Balikpapan-Makassar-Denpasar. Pesawat ditunda di Makassar. Seharusnya jam 7 malam sudah tiba di Denpasar, namun karena masalah teknik, kami baru mendarat di Denpasar jam 3 subuh. Ini malah lebih parah dari Lion.
Disamping duka, juga banyak suka yang saya alami. Yang paling menyenangkan adalah ketika disamping duduk seorang wanita cantik dan muda tentunya, enak diajak ngobrol dst. Kalau cocok bisa tukar-tukaran nomor HP segala. Suka yang lain sebenarnya adalah ketika flight pulang dari Balikpapan-Denpasar. Saat-saat pulang seperti itulah rasa gembira bukan kepalang yang bercokol dalam otak dan hatiku. Senang rasanya karena pulang ketemu keluarga dan juga pujaan hati. Saat off juga terlepas dari rutinitas monoton kerja di lepas pantai yang sunyi namun ramai oleh gemuruh suara mesin turbin compressor.
Bekerja di area lepas pantai itu pula membuat hobby fotografi yang baru saja saya geluti ini mendapat sambutan view yang rupawan. Deretan platform dilatarbelakangi mentari yang tenggelam di cakrawala senja menjadi pemandangan dramatis di kala senja. Human interest kuli minyak juga menjadi penghias sisi humanis dari bangunan baja di tengah samudera itu.
Ketika off juga hobby yang buang-buang duit ini terlampiaskan dengan view menawan di setiap sudut Pulau Bali yang digemari setiap wisatawan ini. Namun akhir-akhir ini saya malah jarang hunting di Bali. Kalau dibilang sibuk, nggak. Dibilang santai juga bukan. Mungkin ketidakmampuan me-manage waktu sajalah yang membuat saya tak bisa membagi waktu antara keluarga dan juga hobby yang harus dilakukan untuk menghibur diri.
Pulang pergi Balikpapan-Denpasar kebanyakan saya lalui lewat udara. Dulu ketika masih tinggal di Jogja sering juga dengan perjalanan darat, travel dari Jogja-Surabaya kemudian dari Surabaya ke Balikpapan via udara. Namun sekarang rasanya jauh seandainya saya tempuh lewat darat dari Bali ke Surabaya, banyak waktu terbuang di jalan. Satu hal yang belum saya coba adalah menempuh perjalanan laut dari Balikpapan ke Surabaya atau langsung Bali. Kayaknya perjalanan kapal Ferry yang katanya ditempuh selama 22 jam itu bisa menjadi sebuah petualangan menarik. Kita lihat saya nanti.
Sunday, October 19, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Teluk attaka_cpi ya Om?
Makin sukses meski bakalan lbh tua dijalan sbb bolak-balik perjalanan antar pulau😊
Post a Comment