Pada saat terjebak delay bersama Garuda waktu terbang dari Makassar menuju Denpasar, ada kisah menarik dan ingin rasanya menertawai diri saya sendiri.
Ketika ku mengantri menunggu Garuda delay di ruang tunggu, ada seorang wanita, masih kelihatan muda, juga menunggu dengan tak sabaran. Parasnya cukup menarik dan mungkin setiap laki-laki normal pasti ingin mengamati dan mengenal lebih jauh. Pak Richard, yang duduk di sebelah saya saja, yang 1 tahun lagi pensiun, berdesir darahnya ketika ia menoleh ke arah tempat kami duduk. Pakaiannya hitam-hitam, ketat. Rambutnya dicat kecoklat-coklatan. Tas kecil yang terselip di ketiaknya semakin membuat ia terlihat feminim.
Suasana antri yang lama itu membuat setiap penumpang jadi akrab satu sama lain sehingga obrolan terjadi begitu saja. Tak terkecuali si wanita berbusana hitam-hitam tadi juga terlibat obrolan serius, namun kadang penuh tawa, dengan seorang pemuda yang dari tadi duduk di belakang ku, umurnya kira-kira 2 tahun di atas ku. Dari tadi pemuda itu selalu mencuri pandang ke wanita hitam-hitam tadi. Dari tampangnya pemuda ini terlihat seperti dari Bali. Ketika ku dengar sedikit gaya bahasanya semakin memperkuat bahwa ia seorang pemuda Bali yang mupeng. Topinya merah dipadu dengan kulit muka yang rada hitam, membuat saya berkesimpulan bahwa ia adalah seorang beach boy. Ah tapi bukan itu fokus cerita ini.
Semakin malam, semakin terlarut mereka dalam obrolan yang terlihat jauh. Dan sesekali ia juga berkomentar tentang pesawat delay ke arah kami. Pak Richard yang genit membalas dengan penuh semangat. Namun mereka kembali asyik dengan obrolan yang penuh makna itu.
Saking lamanya menunggu, si wanita beranjak dari tempat duduknya. Diikuti oleh pemuda tadi ia berlalu seraya berkata, "Ayo Pak, &^%@$#% dulu ya!" Terlihat ia bergumam sambil menempelkan dua jari telunjuk dan jari tengah di bibirnya. Aku paham mereka hendak menuju smoking area yang terletak di sudut ruangan sana.
Sekira setengah jam si wanita kembali namun kini diikuti oleh laki-laki lain tinggi besar, hitam dan berkacamata dengan frame tebal hitam, sehitam kulitnya. Usianya sudah agak tua, sekira 40 tahun. Tampangnya agak galak dan terasa aura nafsuan di balik lirikan matanya yang liar kesana-kemari. Ketika ia bicara dengan wanita itu, segenap daya upaya dikerahkan agar si wanita tergoda bujuk rayunya. Ia juga terlihat tukar-menukar nomor handphone, mungkin sudah sepakat dengan sesuatu.
Malam semakin malam, ketika kami diantar ke hotelpun mereka bertiga jadi akrab. Satu meja bertiga sambil menyulut batang-batang putih penuh racun tembakau.
Tepat tengah malam kami diantar kembali ke bandara dan sekitar 1 jam berikutnya kamipun terbang menuju Airport Ngurah Ray, Bali. Setelah menunggu bagasi, saya dan Pak Richard langsung menuju tempat parkir. Mungkin jemputan menunggu disana. Tak disangka tak diduga, di luar sana saya melihat si wanita hitam-hitam tadi duduk bertiga dengan temannya. Si wanita tampak akrab dengan 2 sobat yang menjemputnya. Si wanita duduk diapit oleh dua 'wanita' yang berdandan begitu centilnya. Gubrak. Disana baru terlihat kalau si wanita hitam-hitam tadi adalah bencong yang terlihat begitu wanita malam tadi di Makassar. Untungnya saya tak tertipu seperti dua orang tadi, si lelaki berkacamata dan pemuda bertopi merah yang pedekate dengan pede di seputar ruang tunggu Bandara Internasional Hasanuddin di Makassar.
Tuesday, October 14, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment