Jam 5 sore lewat beberapa menit kami sudah mendarat di Bandara Hasanuddin, Makassar. Garuda Boeing 737-400 yang kami tumpangi mendarat dengan mulus. Lalu penumpang dipersilahkan turun dan menunggu di ruang tunggu selama 25 menit. Bangunan bandara yang baru membuat kami tercengang dan kaget, begitu juga teman saya Pak Richard yang baru tahu kalau bangunan baru saja selesai dibangun.
Ruang tunggunya luas sekali, dindingnya hampir semua terbuat dari kaca. Rangka-rangka bangunan terbuat dari aluminium ringat. Bangunan berbentuk kubah terbalik ini konon atas prakarsa wapres Jusuf Kalla, tak tau apakah ia ikut menyumbang ataukah ia malah jadi investor.
Harusnya pesawat berangkat sekitar jam 6. Tapi jam hadiah perusahaan di tangan kiri saya telah menunjukkan jam 6.35. Kami semua jadi bimbang. Lima menit kemudian dari balik pintu belalai keluar beberapa orang laki-laki dan perempuan. Ternyata mereka adalah pramugari dan pilot pesawat. Kami langsung bisa simpulkan bahwa pesawat pasti ada masalah. Kami tanya ke petugas pintu masuk, mereka tak bisa berkata apa-apa. Bahkan untuk sekedar bilang maaf saja tak ada, apalagi memberikan keterangan. Para penumpang lain tak sabar dan menyerbu petugas yang sudah bertampang merah sejak tadi. Para penumpang minta kejelasan dan paling tidak, seharusnya ada informasi resmi dari pihak Garuda. Ini Garuda, Bung! Namun hingga 1 jam kami terlunta-lunta dan diterlantarkan. Sebagai penumpang setia setiap 2 minggu sekali, saya kecewa dengan Garuda. Saya mungkin kualat. Akhir-akhir ini saya tak mau naik Lion karena suka delay. Sekarang saya kena batunya. Garuda juga bisa delay.
Menit-menit berlalu, jam 8 teng belum juga ada info resmi dari Garuda, ada apa gerangan dengan pesawat ini. Kami dialihkan ke pintu 1, yang semula kami akan masuk pesawat di pintu 6. Jauh amit! Para penumpang menyerbu pintu masuk dan disana sudah menunggu beberapa petugas yang tampak sama sekali tak berdosa. Pengumuman resmi dari Garuda juga belum kami dapatkan. Penumpang semakin kecewa, ada yang marah-marah hinggu nunjuk-nunjuk hidung petugas yang ternyata bukan decision maker, jadi tak bisa memberikan kejelasan apa-apa. Lalu datang manajer operasional. Sama. Belum bisa pula memberikan kejelasan. Ternyata ada rombongan yang terdiri dari 20 orang yang diberi dispensasi masuk pesawat duluan, ke Bali via Jakarta. Jadi jauh banget muter-muter. Kontan saja penumpang lain jadi tambah marah, dianggap tak adil. Para petugas yang merah padam mukanya hanya bisa manggut-manggut saja menanggapi komplain penumpang yang sejak tadi tak dikasi makan, minum. Yang paling parah sebenarnya karena tidak diberi kejelasan resmi mengenai kerusakan dan jadwal tunda pesawat.
Suasana hangat berubah jadi semakin panas. Para penumpang semakin brutal, liar dan tak kuasa menahan emosinya. Kata-kata tak enak semakin tercurah begitu saja dari mulut-mulut penumpang yang juga lapar. Penumpang juga manusia. Pak Richard juga ikutan komplain, kata-katanya keras memerahkan muka petugas pintu masuk. Anaknya sudah menunggu sejak tadi di Bandara Ngurah Ray. Dengan inisiatif sendiri dan karena feeling yang tak enak, anaknya disuruh pulang saja dan nanti akan ada anak buah mantunya yang jemput.
Jam 9 dibagikan snack yang harusnya dapat di pesawat. Tapi tak jua menyurutkan emosi penumpang yang sudah terlanjur kecewa. Ada informasi (tak resmi) ternyata memang ada kerusakan pesawat dan akan diberangkatkan setelah jam 1 malam. Para penumpang panik dan geram, kami sepakat untuk menolak naik pesawat itu nanti malam walaupun kondisinya sudah dikatakan bagus. Para petugas hilir mudik tak tentu arah. Mukanya pucat dan keringat dingin menetes dari kening si petugas yang semula tampak cantik, kini menjadi kusut karena keletihan.
Jam 10 akhirnya informasi keluar dari sang manajer. Dengan tenang ia menanggapi omelan penumpang. Ia menjelaskan bahwa kerusakan sebenarnya tidak parah. Hanya ada retak di bagian sliding door. Spare part akan datang pukul 1 malam bersama pesawat dari Jakarta. Sedikit demi sedikit penumpang jadi reda emosinya. Kami juga diantarkan menuju hotel di luar Bandara untuk istirahat barang sejenak. Hotel transit murah meriah 1 kamar 3 orang itu beranam hotel Pakarena. Aku sekamar bersama Pak Richard dan seorang penumpang bapak-bapak Bugis yang sudah lahir dan besar di Bali. Kami bertiga dan tertidur hingga dibangunkan pukul 12 tengah malam. Mobil-mobil pribadi hotel mengantarkan 5 orang demi 5 orang langsung ke bandara tengah malam itu.
Di Gate 1 sudah menunggu petugas yang sudah bukan petugas yang sore tadi lagi. Kami pun menunggu hingga jam 2 baru berangkat. Satu jam berikutnya kami sudah mendarat di Bali. Kami dijemput langsung oleh mantu Pak Richard yang mantan Wakapolres Tabanan. Jam 3 subuh itu saya ikut mereka menuju Tabanan. Jam 4 kurang saya berhenti di rumah dan lega rasanya bisa merebahkan dan meluruskan tulang-tulang yang kaku sejak tadi ini. Sejak tadi malam sebelumnya, tak bisa luruskan badan di Pelican.
Tuesday, October 14, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment